MAKASSAR, SULAWESI
SELATAN
Disusun oleh
:
JASON TRIKOBERI 230110130041
RIFKI S. H. R 230110130044
RHEZA FIRMANSYAH 230110130049
RIAN NUR AHLAN 230110130055
REYHAN INANTIO 230110110062
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN
ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat, karunia dan perkenanNya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Proses Sosial Masyarakat pesisir di Galesong Utara.
Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis berharap,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Jatinangor, 11
Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Takalar dengan
ibukota Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51
km2. Bagian Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota
Makassar dan Kabupaten Gowa, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
dan Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian
Barat dibatasi oleh Selat Makassar.
Luas wilayah
daratan Kabupaten Takalar memiliki luas aratan sekitar 325,63 km2. Luas wilayah
pesisir 240,88 km2 diantaranya merupakan wilayah pesisir dengan
panjang garis pantai sekitar 74 km. Jumlah desa dan kelurahan yang ada di
Kabupaten Takalar berjumlah 83 yaitu Kelurahan 22 dan Desa 61 yang tersebar di
9 (Sembilan) Kecamatan dalam Wilayah Kab. Takalar.
Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan. Menurut survei dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar,
wilayah peraiaran selatan Kecamatan Galesong memperlihatkan penurunan rata-rata
10,35 kg hasil tangkapan berukuran lebih besar dari 125 gram, menjadi 6,95 kg
dengan kisaran ukuran 80 – 125 gram dalam ukuran 4 – 5 tahun terakhir. Usaha
budidaya rajungan mulai dari pembenihan hingga pembesaran ini bertujuan untuk menghasilkan
teknologi budidaya yang efektif, efisien dan mudah diadopsi oleh masyarakat. Keberhasilan
pengembangan teknologi ini diharapkan bisa memberi alternatif mata pencaharian
bagi masyarakat. Dengan demikian akan ada penurunan prosentase tingkat masyarakat
miskin dan ujung-ujungnya bisa memberikan konstribusi pada PAD serta
peningkatan nilai ekspor non migas. Lebih dari itu juga diharapkan bisa
menyediakan sumber bahan baku rajungan. Upaya pengembangan teknologi budidaya
rajungan ini telah dirintis oleh Balai Budidaya Air Payau Takalar sejak tahun
2004 dan telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Hal in dapat
dibuktikan dari tingkat kelangsungan hidup larva rata-rata mencapai 30 – 45 %
hingga ukuran crablet 10. Untuk memperoleh hasil tersebut di gunakan induk yang
dipelihara dalam bak dan dilengkapi dengan substrat pasir yang bersekat dengan
ukuran 60 x 60 x 60 cm. Hal ini guna mengantisipasi sifat kanibalisme (saling
memakan) dengan kepadatan 1 ekor/sekat. Fungsinya untuk mengantisipasi sifat
kanibalisme (saling memakan).
Asumsi biaya
produksi rajungan per siklus Rp. 4.700.000. Dengan perkiraan hasil penjualan
pada harga rata-rata Rp. 250 – Rp. 300 per individu, maka akan diperoleh
keuntungan Rp.2.770.000 per siklus produksi yang berlangsung kurang lebih satu
bulan. Analisa usaha budidaya rajungan ini cukup menguntungkan.
Upaya pengembangan
teknologi budidaya rajungan tersebut, menunjukkan kemajuan yang cukup
signifikan. Dimana, tingkat kelangsungan hidup larva rata-rata mencapai 30
persen hingga 45 persen dengan ukuran crablet sepuluh. Untuk memeroleh hasil
yang maksimal harus digunakan induk rajungan yang dipelihara dalam bak, dengan
dilengkapi substrat pasir bersekat dengan ukuran tiga kali 60 sentimeter. Hal
ini guna mengantisipasi sifat kanibalisme atau saling memakan larva, dengan
kepadatan satu ekor per sekat substrat. Analisa usaha yang dilakukan pada
teknologi budidaya ini cukup menguntungkan. Hal tersebut dilihat dari asumsi
biaya produksi per siklus yang mencapai Rp 4.700 ribu. Adapun estimasi hasil
penjualannya berkisar Rp 250 hingga Rp 300 per larva. Total keuntungan Rp 2.770
ribu per siklus, dengan produksi lebih kurang satu bulan. Tujuan lain
pembenihan dan budidaya ajungan ini, guna mengantisipasi lonjakan permintaan
ekspor. Meskipun kendalanya, terletak pada peningkatan kebutuhan masyarakat
akan komoditi rajungan ini. Kecenderungan aktivitas penangkapan secara liar,
dikhawatirkan akan berdampak pada ‘over exploitasi. Hasil survei yang dilakukan
BBAP Takalar, di perairan selatan Gelesong dalam kurun waktu empat tahun hingga
lima tahun terakhir, memperlihatkan angka penurunan dari hasil tangkapan
rajungan dengan rata-rata 10,35 kilogram (Kg). Sedangkan ukuran lebih besar
dari 125 gram berbobot 6,95 Kg (Eddy, 2010).
Keunggulan geografis
ini menjadikan Takalar sebagai alternatif terbaik untuk investasi atau
penanaman modal. Dengan fasilitas pelabuhan yang ada, Takalar memiliki potensi
akses regional maupun nasional sebagai pintu masuk baru untuk kegiatan industri
dan perdagangan untuk kawasan Indonesia Timur. Demikian pula dengan sarana dan
prasarana transportasi darat seperti; akses jalan menuju kota Makassar, jarak
yang relative tidak jauh dari pelabuhan, potensi pariwisata yang didukung
dengan keadaan alam, kehidupan masyarakat, kondisi sosial budaya dan dunia
usaha. (www.kmb-sulsel.net/,2011)
1.2. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana proses
sosial yang terjadi di Desa Tamalate, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi
Selatan.
2. Apa yang dimaksud sosiologi, sosiologi
perikanan masyarakat pesisir, dan proses dan interaksi sosial.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui proses sosial yang terjadi di Desa Tamalate, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan.
2. Mengatahui definisi sosiologi, sosiologi perikanan masyarakat pesisir, dan proses
dan interaksi sosial.
1.4. Batasan Penulisan
Pendekatan kualitatif untuk
kajian pustaka mengenai pengertian dan perkembangan teori sosiologi menurut para ahli sosiologi,
perkembangan tokoh sosiologi, teori sosiologi ekonomi, perkembangan sosiologi
perikanan melalui pendekatan aquatic and
marine prenership. Analisis merupakan studi kasus di wilayah yang telah
ditetapkan untuk masing-masing kelompok melalui melalui metode historis
pendekatan aquatic and marine prenership.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
2.1.
Definisi Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang
berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan
diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De
Philosophie Positive" (August Comte, 1798).
Walaupun banyak definisi
tentang sosiologi namun
umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama,
dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku
masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun
dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang
lain atau umum.
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu dengan
masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat.Selain itu, Sosiologi adalah ilmu
yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola
hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum,
rasional, empiris serta bersifat umum.Sosiologi memusatkan kajiannya pada
kehidupankelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut. Adat istiadat,
tradisi, nilai-nilai hidup suatukelompok, pengaruhnya terhadap kehidupan
kelompok, proses interaksi di antara kelompok dan perkembangan lembaga-lembaga
sosial merupakan perhatian sosiologi. Ilmu sosial (Inggris : social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris : social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia,
termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk
menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan
meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu
topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap
masyarakat.Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara
subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam (www.jurusankomunikasi.blogspot.com, 2011).
Definisi
sosiologi dari beberapa ahli
yaitu :
1. AUGUSTE
COMTE
Sosiologi
adalah Suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yaitu mempelajari
gejala-gejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat
rasional dan ilmiah.
2. MAX
WEBER
Sosiologi
adalah Ilmu yang mempelajari tentang tindakan social atau perilaku-perilaku
manusia
3. EMILE
DURKHEIM
Sosiologi
adalah Ilmu yang mempelajari fakta-fakta social yaitu fakta-fakta atau
kenyataan yang berisikan cara bertindak, cara perpikir dan cara merasakan
sesuatu. Sosiologi adalah Ilmu yang menyelidiki tentang susunan-susunan dan
proses kehidupan social sebagai suatu keseluruhan / suatu sistem.
4. PITIRIM
SOROKIN
Sosiologi
adalah suatu ilmu yang mempelajari :
a. Hubungan dan pengaruh timbal
balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara
gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; gerak
masyarakat dengan politik dan lain sebagainya).
b. Hubungan dan pengaruh timbal
balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala
geografis, biologis,dan sebagainya).
c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala
sosial lain.
5. SELO
SOEMARDJAN & SOELAEMAN SOEMARDI
Sosiologi atau
ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur Sosial
adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu
kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), kelompok kerja, para tokoh masyarakat serta lapisan-lapisan sosial yang terdapat pada masyarakat di
daerah yang telah dilakukan penelitian atau pengamatan oleh mahasiswa, dosen
atau para peneliti yang ingin mengambil data di daerah yang mereka inginkan.
6. SOERJONO
SOEKANTO
Sosiologi
adalah Ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang
bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan
masyarakat.
B. Sosiologi Perikanan
Sosiologi perikanan
merupakan cabang sosiologi yang mempunyai objek khusus yaitu masyarakat pesisir
yang hidup dari sumber daya laut seperti, nelayan,buruh,pembudidaya,
penangkapan, tambak di daerah air laut, tawar dan air payau sesuai dengan
potensi-potensi sumberdaya perikanan di daerah tersebut (Adnans, 1997).
1. Peranan Sosiologi Perikanan antara lain (Adnans, 1997):
a.
Masyarakat
Perikanan sebagai obyek dalam melaksanakan kehidupannya;
b.
Dapat
mendiskripsikan dan memprediksi perilaku anggota masyarakat perikanan;
c. Mempelajari
obyek apa yang terjadi saat Ini, bukan apa yang seharusnya terjadi;
d. Mengamati
indikator-indikator dari proses kehidupan masyarakat perikanan atau di
masyarakat pesisir yang sebagian besar mengalami kemiskinan.
2.
Kegunaan
Masyarakat Pesisir antara lain (Adnans, 1997) :
a. Mengetahui
gejolak sosial yang terjadi dalam kehidupan masyrakat perikanan ;
b. Menjadi
kebutuhan sarjana perikanan sebagai agen pembaharu yang mampu bekerja secara
professional ;
c. Memberikan
penilaian dalam proses perkembangan masyarakat perikanan.
C. Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah golongan besar atau kecil dari
beberapa manusiayang sebagian besar wilayahnya adalah wilayah pesisir, dengan
karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempengaruhisatu sama lain.
Pada hakikatnya
pengertianmasyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut (http://id.shvoong.com,
2011) :
1. Adanya sejumlah
manusia yang hidup bersama. Sekelompok masyarakat yang sudah lama mendiami
suatu daerah tertentu dengan aturan atau norma.
2. Bercampur atau
bersama-sama untuk waktu yang cukup lama, sudah ada sejak dulu. Dan menetap
pada suatu daerah tertentu yang diatur oleh norma social dan nilai social yang
telah disepakati oleh masyarakat setempat.
3. Menyadari bahwa
mereka merupakan satu kesatuan, menyadari bahwa mereka bersama-sama di ikat
oleh perasaan anggotayang satu dengan yang lainnya.
4. Menghasilkan suatu
kebudayaan tertentu. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki
temperamental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Aparat
birokrasilokal mengatakan hal serupa dengan menyatakan, bahwa daerah
pesisirtergolong desa yang paling rawan kekerasan, kaum wanitanya juga
bersikapkritis terhadap aparat desa yang kebijakannya dinilai tidak benar,
misalnya :merugikan kepentingan masyarakat setempat.
D.
Proses Sosial dan Interaksi Sosial
Proses sosialadalah pengaruh timbal balik antara berbagai
segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan
ekonomi dengan segi kehidpuan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi
kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan
lain sebagainya.
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila
orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila
ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang
terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara
berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial
dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan seterusnya. Jadi, Proses
sosial ialahpengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan
orang perorang atau kelompok secara bersama (Kusnadi,
2001).
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia.Interaksi sosial antara kelompok-kelompok
manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya
tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.Interaksi sosial antara
kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat.Interaksi tersebut
lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan
kepentingan kelompok.Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak
apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak.Interaksi sosial merupakan
hubungan timbal balik antar masyarakat (Maryati, 2007).
Proses sosial budaya merupakan hubungan antar individu yang saling
mempengaruhi dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku disebut interaksi sosial
interaksi sosial terjadi apabila tindakan atau perilaku sesorang dapat
mempengaruhi, mengubah, memperbaiki, atau mendorong perilaku, pikiran,
perasaan, emosi orang lain.
1.
Faktor-faktor Proses Sosial :
a. Imitasi ialah salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
b. Sugesti ialah faktor sugesti
berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
c. Identifikasi ialah identifikasi
sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada
imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
d. Proses Simpati sebenarnya merupakan
suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain, baik dari segi
fisik, perilaku, karekter, prinsip, gaya hidup, sifat-sifat, karisma, aura, dan
berbagai aspek atau indicator dari orang tersebut (http://masthoms16.wordpress.com,
2011).
2.
Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial dalam
Proses Sosial
Interaksi sosial
merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu,
antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok:
a. Adanya kontak
sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk. Yaitu
ntarindividu, antarindividu dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu
kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
b. Adanya
Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,
perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan
oleh orang tersebut.Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya
bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara harfiah adalah
bersama-sama menyentuh.Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya
hubungan badaniah.Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan
badaniah, karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat
menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan
badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak. (http://masthoms16.wordpress.com,2011)
3.
Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :
a. Adanya orang perorangan.
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat dimana dia menjadi anggota dalam suatu kelompok ,organisasi atau
lembaga yang terdapat di suatu masyarakat tersebut.
b. Ada orang perorangan dengan
suatu kelompok manusia atau sebaliknya. Kontak sosial ini
misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan
dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa
anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
c. Antara suatu kelompok
manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umumu.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umumu.
Terjadinya suatu
kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan
terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada
suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu
pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi
sosial.Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi
apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka.Kontak
sekunder memerlukan suatu perantara.Sekunder dapat dilakukan secara langsung.
Hubungan-hubungan
yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf,
radio, dst.Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau
sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang
yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang lain tersebut.Dengan adanya komunikasi tersebut,
sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat
diketahui oleh kelompok atau orang lain( Nasikun, 1985).
4. Bentuk-bentuk Interaksi
Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau
pertikaian (conflict).
Pertikaian mungkin
akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan
dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti
kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya.
Suatu keadaan dapat
dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari
interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam
arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi
persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untukakhirnya sampai pada salah
satu proses-proes yang Assosiatif, yaitu akomodasi(Accomodation) (Soekanto,
1985).
5. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau
beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat
digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa
tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada
iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan
diterima.
Dalam perkembangan
selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja
sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.Kerja sama
timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu
in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama
akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan
lainnya.
Fungsi Kerjasama
digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari
bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
penting dalam kerjasama yang berguna”.
e. Akomodasi
(Accomodation)
Istilah Akomodasi
dipergunakan dalam dua arti : menujukkan pada suatu keadaan dan untuk menujuk
pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan
dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam
kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia
untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai
kestabilan.
Akomodasi adalah
suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu
proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam
biologi.
Maksudnya, sebagai
suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling
bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya.Pertentangan itu tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan
terhadapa para pelaku sosial.
f. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan
proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan
kepentingan dan tujuan bersama yang telah direncanakan sebelumnya (Soekanto, 1985).
6. Proses-proses yang Disosiatif
a. Persaingan
(Competition)
Persaingan atau
competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau
kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau
kekerasan.
b. Kontraversi (Contravetion)
Kontravensi pada
hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan
dan pertentangan atau pertikaian yang terjadi di masyarakat.
c. Pertentangan
(Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menyadari adanya
perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur
kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut
dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau
pertikaian yang terjadi di dalam masyarakat, antar individu maupun antar
kelompok masyarakat (Soekanto, 1985).
BAB III
ANALISIS
3.1 Gambaran Umum Galesong
Wilayah Galesong, secara
geografis terletak di pesisir selatan Kabupaten Takalar. Daerah ini berjarak 40
km dari Kota Metropolitan Makassar dan terletak antara 5°3¹ sampai 5°38¹ Lintang Selatan dan antara 199°22¹
sampai 199°39¹ Bujur Timur dengan luas wilayah 566,51 Km². Secara administratif
pemerintahan wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan 77
desa/kelurahan yang terdiri dari 57 desa serta 20 Kelurahan. Dari 7 kecamatan
tersebut 4 kecamatan merupakan wilayah pesisir yaitu Mangarabombang dengan luas
100,50 Km² terdiri dari 11 desa dan 1 kelurahan, Mappakasunggu dengan luas
74,63 Km² terdiri dari 7 Desa 1 Kelurahan, Galesong Selatan Luas 44,00 Km²
terdiri dari 17 Desa, Galesong Utara denga Luas 21,75 Km² terdiri dari 9 desa.
Galesong adalah salah satu
wilayah penyokong ekonomi kabupaten Takalar sejak dulu, posisinya yang
strategis karena berdekatan dengan kota metropolitan Makassar adalah keuntungan
tersendiri. Ada berbagai pendapat yang mengatakan bahwa kata Galesong berasal
dari kata galiga dan nisongong. Kata geliga sejajar dengan
kata gelegah yang berarti ’gong besar’. Adapun kata nisongong berarti
dijunjung atau dibawa dan di atas kepala. Pendapat lain, kata galesong
dapat dibagi menjadi dua kata yaitu gali, galiung, galias yang berarti ’kapal
perang’, kapal yang besar bertiang tiga, dan perahu perang. Sedang kata
songsong (sossong bahasa Makassar berarti labrak). Apabila kedua
suku kata itu digabung menjadi ’galesong’ maka dapat diartikan ’kapal perang
yang mampu melawan arah arus’. Dan apabila dikaitkan dengan status Kerajaan Galesong
sebagai kerajaan berbasis maritim pada masa Kerajaan Gowa, maka menurut
Tajuddin Maknun, sangat mungkin diterima bahwa kata Galesong berasal dari kata
gale dan songsong yang mengalami proses penyingkatan atau penghilangan suku
kata ’song’.
3.2
Kearifan
Lokal Mengenai Laut
Sejak lama masyarakat Sulawesi Selatan terutama
yang bermukim di wilayah pesisir mempunyai pengetahuan tradisional tentang alam
raya termasuk lingkungan laut, tidak hanya dipandang sebagai status ruang hampa
atau ruang kosong yang berproses secara alamiah, melainkan alam itu dihayati
sebagai bagian integral dari Sang Pencipta yang penuh misteri. Konsep
pengetahuan budaya yang dimiliki masyarakat bahwa alam raya dikuasai oleh
dewata, sedangkan unsur alam seperti langit, bumi dan lautan diserahkan
penjagaan dan pengaturannya kepada makhluk-makhluk gaib dan dikenal sebagai
figur yang melambangkan kebaikan dan kejahatan. Kebudayaan nelayan terbentuk
dari akumulasi pengalaman serta tingkat pengetahuan masyarakat pendukungnya,
dan terwujud dalam pola tingkah laku nelayan dalam memenuhi kebutuhannya
(Koentjaraningrat, 1972).
Sadar atau tidak
sadar, untuk masyarakat nelayan telah membentuk pola-pola tingkah laku dalam
bentuk norma, sopan santun serta ide, gagasan dan nilai-nilai yang menjadi
pedoman bagi tingkah laku para individu dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini
kebudayaan nelayan menjadi sebuah ”blue print”, desain, atau pedoman
menyeluruh bagi para pendukungnya. Karena itu, kebudayaan sebagai pengetahuan,
secara selektif digunakan oleh manusia untuk menginterpretasi dan memahami
lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referensi untuk melakukan
aktivitas. Masyarakat Galesong percaya sepenuhnya bahwa lautan itu ádalah
ciptaan Sang Maha Kuasa sesuai ajaran Islam yang mereka terima, tetapi
merekapun tahu berdasarkan pengetahuan tradisionalnya bahwa Tuhan yang disebutnya
Karaeng Alla Taala telah melimpahkan penguasaan wilayah lautan lepada Nabi
Hillerek. Tidak diketahui secara jelas apakah penguasa laut itu identik
dengan nama Nabi Khaidir, sebagaimana terjemahan Tajuddin Maknun. Namun yang
pasti masyarakat Galesong sampai sekarang mengenal Nabi Hellerek sebagai tokoh
mitologis yang menjadi penguasa lautan. Berdasarkan anggapan dan kepercayaan
tersebut, maka para nelayan lokal di Galesong sangat memuliakan Nabi Hellerek.
Perwujudan rasa
hormat terhadap sang penguasa lautan dimaksud maka setiap nelayan biasanya
melakukan berbagai upacara, baik upacara selamatan maupun upacara tolak bala
dalam upaya pencarian nafkah melalui kegiatan penangkapan ikan di laut. Dalam
upacara tersebut digunakan mantra-mantra maupun bahan sesajen khusus, disertai
dengan perilaku yang bersifat magis. Secara mitologis masyarakat di Galesong
terutama para nelayan memahami lautan sebagai suatu bagian kosmos dengan
segenap isinya yang penuh kegaiban dan keajaiban. Warga masyarakat yang berusia
lanjut biasanya mempunyai bayangan pikiran tentang adanya kerajaan yang
berpusat di dasar lautan sedangkan penguasa-penguasanya adalah terdiri atas
para keturunan dewata. Dewa-dewa penguasa lautan dianggap masih bersaudara
dengan dewa penguasa langit maupun dewa yang berkuasa di atas bumi. Setelah
masuknya pengaruh Islam, maka secara berangsur-angsur mitos tentang kerajaan
bawah laut itu bergeser, kemudian muncul mitos lain yang menokohkan Nabi
Hellerek. Sampai sekarang belum diperoleh keterangan yang jelas tentang
hubungan Nabi Hellerek dan segenap dewa-dewa penguasa kerajaan bawah laut.
Brandt, dalam
Nasiruddin (2011), mengemukakan bahwa pengetahuan tentang berbagai gejala laut
agar dapat membuat aktivitas produksi mereka lebih efektif, mereka menggunakan
metode perikanan yang semula dilakukan dengan suatu pengetahuan tingkah laku
yang maksimal dengan suatu alat penangkapan yang minimal. Pengetahuan lokal
penduduk pesisir atau penduduk pulau, biasanya diperoleh secara emik. Dalam
hubungannya dengan pengetahuan lokal, pengetahuan rakyat desa, dapat ditopang
dan ditingkatkan oleh kekayaan dan ketajaman pengamatan yang tidak ditemui
dalam ilmu pengetahuan orang luar. Hal ini disebabkan, kemampuannya menggunakan
sejumlah pengalaman hidup dengan lebih banyak penginderaan dibandingkan dengan
ilmuwan modern.
3.3
Pengaruh
Sistem Budaya Lokal
Keterhubungan
sistem budaya lokal terhadap eksploitasi dan konservasi sumber daya hayati
perairan oleh masyarakat nelayan di Galesong, diuraikan dalam tiap-tiap unsur
budaya serta hubungannya satu sama lain sebagai berikut:
Nilai (value): Nilai-nilai
adalah suatu yang abstrak. Dalam penetrasinya ke dalam sistem social mendasari
peranan, pelaksanaan peranan (tingkah laku atau tindakan seseorang atau
tindakan seseorang terhadap atau dalam kaitannya dengan orang lain). Dalam
konteks ini masyarakat nelayan di Galesong ini masih memandang dirinya dan
masyarakatnya bersama dengan aturan-aturannya,sebagai ikrokosmos (sesuatu yang
kecil), yang harus menyesuaikan diri (berorientasi) kepada lingkungan alam
bersama dengan aturan-aturanya sebagai makrokosmos (sesuatu yg besar) sehingga
interaksi yang terjadi antara manusia dan alam fisik berdampak pada adanya
keselarasan dari nilai ekspoitasi dan nilai konservasi.
Norma (norm): Norma-norma merupakan perincian atau konkretisasi dari
nilai-nilai. Perinciaan-perincian ini dilakukan sepanjang keperluan untuk
keteraturan atau pengaturan di satu pihak yang dibatasi oleh keperluan akan
keluwesan (fleksibiitas) guna dinamika perkembangan. Di Galesong, ditemukan norma-norma
yang mengatur hubungan; (a) struktur sosial melalui kelompok kerja (working group), (b) hubungan sosial
kekerabatan melalui sistim bilateral atau parental dalam kelompok kerja, (c)
pranata ekonomi melaui sistem bagi hasil berdasarkan adat kenelayanan yang
terpahami oleh masyarakat yg berlaku secara umum pada setiap kelompok kerja.
Kepercayaan (belief): Sinkritisasi
antara kepercayaan lama yang bersifat imanensi dengan kepercayaan dari agama
profetis, khususnya Islam yang bersifat transendensi. Nelayan di desa ini
memandang penerapan nilai-nilai kepercayaan merupakan hal yang fundamental
dalam proses pemanfaatan sumberdaya laut.
Simbolisasi (simbolization): Komunikasi
dengan alam dilakukan dengan menggunakan “simbol-simbol alam” yg berupa
tanda-tanda alam dan “simbol-simbol tingkah laku” yang mengandung makna-makna
tertentu.
Pengetahuan (knowledge): Dalam kegiatan eksploitasi yang dilakuakan, ada dua macam “erang”, yang merupakan penjabaran dari “pangngassengang” (pengetahuan), yaitu :
(1) Erang passimombalang, (2) Erang pakboyang-boyang. Kedua hal
tersebut merupakan satu kesatuan yang mengandung ilmu lahir dan bathin yg
terdiri dua unsur, yaitu : “baca” (mantera)
dan “pappasang” (nasehat).
Teknologi (technology). Beberapa model
alat yang dipergunakan diperkirakan relatif sama dengan apa yang pernah di
gunakan oleh para leluhur mereka seperti pakkaja, dan pancing, kecuali ukuran
besarnya mengalami perubahan dua kali lipat dari dulu.
Tabel berikut menggambarkan
temuan Andi Adrie Arief tentang sistem sosial budaya yang menopang pelestarian
sumber daya hayati di Galesong. Andi melakukan penelitian di salah satu desa,
Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara.
Tabel 1: Sistem Budaya Lokal dalam Pemanfaatan dan
Pelestarian Sumber Daya Hayati Perairan di Desa Tamasaju, Galesong Utara.
No.
|
Unsur-unsur Budaya Lokal
|
Identifikasi Nilai Budaya
|
Keterangan
|
1.
|
Nilai (value)
|
Hubungan
antara nelayan dengan alam fisik adalah hubungan yang bersifat persuasif,
kesesuaian, keserasian atau harmonisasi.
|
Cara
berpikir yang demikian telah menselaraskan nilai eksploitasi dan konservasi
|
2.
|
Norma (Norm)
|
·
Struktur
Sosial : nelayan-nelayan setempat telah terorganisasi dalam kelompok-kelompok
kerja (punggawa-sawi) yg bersifat fungsional berdasarkan kedudukan dan peranan yg
masing-masing dimiliki.
·
Hubungan
Sosial Kekerabatan : Prinsip “siri na,pacce” mengandung arti kepercayan, kesatuan,
kebersamaan, kekeluargaan, yang harus dijunjung tinggi dalam masyarakat
·
Pranata
Ekonomi : Sistem bagi hasil yang berlaku adalah “sistem bagi tiga”.
Personifikasi dalam bagian hasil juga terpraktekkan seperti bagian perahu,
bagian mesin dan sebagainya.
|
· Punggawa
adalah pe-milik/pemimpin kelompok
sementara sawi adalah
pengikut/anggota kelompok.
· Penggunaan tenaga kerja yg bersifat kekeluargaan
dalam kelompok kerja punggawa –sawi
· Punggawa
mendapatkan 2 bagian, sawi (termasuk juragan) hanya men-dapatkan satu
bagian.
|
3.
|
Kepercayaan
|
Sinkritisasi
antara kepercayaan lama yang bersifat imanensi dng kepercayaan dari agama
profetis. Mereka memandang bahwa nilai-nilai kepercayaan merupakan hal yg
fundamental dalam proses pemanfaatan sumberdaya laut.
|
Hubungan
manusia dng alam adalah “hubungan penye-suaian atau persuasif”, sehingga
mitos, ritus, kultus, fetis dan magis merupakan hal yang banyak dijumpai
dalam masyarakat
|
4.
|
Simbolisasi
|
Tanda-tanda
alam seperti bunyi burung tertentu,gerak awan dng tafsiran-tafsiran akan
keberadaan ikan “simbol-simbol tingkah laku”berupa tangisan anak pd waktu
tertentu,ucapan-ucapan seseorang yg diistilahkan sebagai pamali
|
Konteks
kesesuaian, kese-rasian atau harmonisasi baik di dalam kelompok maupun antar
kelompok juga dengan alam fisik merupakan sesuatu yang harus diutamakan.
|
5.
|
Pengetahuan
|
Erang
Passimombalang (pengetahuan pelayaran) mencakup : pengetahuan tentang musim, cuaca,
tata cara pelayaran, dan keselamatan pelayaran, sedang Erang pakboyang-boyang mencakup : sistem penangkapan ikan,
manajemen usaha, dan teknologi. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan
yang mengandung ilmu lahir dan bathin yg terdiri dua unsur, yaitu : “baca” (mantera) dan “pappasang” (nasehat).
|
Pengetahuan
yang ter-peragakan dalam aktivitas kenelayanan di desa ini erat kaitannya
dengan keper-cayaan, khususnya keper cayaan-kepercayaan lama termasuk adat
perikanan dan sebagian lainnya bersumber dari keagamaan
|
6.
|
Teknologi
|
Memodifikasi
pakkaja
dalam perkembangannya menjadi balla-balla
yang hanya mengambil telur ikan
terbang saja dan ikannya dibiarkan bebas untuk bertelur kembali.
|
Salah satu
bentuk kearifan local masyarakat dengan menggunakan teknologi alat yang
menyelaraskan upaya pelestarian sumberdaya alam.
|
Sumber: Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol. III No. 1 Mei
2008, Hal. 14.
Pendapat
yang senada dengan Andi, Nasruddin (2011) menyatakan bahwa masyarakat
nelayan di Galesong, dalam kondisi realitasnya sampai saat ini masih mengelola,
memelihara dan memanfaatkan sumber daya hayati laut berdasarkan norma-norma dan
nilai-nilai budaya. Dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh lingkungannya menggunakan bentuk strategi adaptif antara lain:
(1)
Tanda Alam Sebagai Pedoman Melaut.
Dalam kaitannya dengan
kegiatan melaut, para nelayan berpedoman pada berbagai gejala alam seperti
gugusan bintang yang bertaburan di angkasa ataupun gumpalan awan yang berarak
di samping peredaran musim, peredaran matahari dan bintang, bahkan juga arah
angin dan arus gelombang laut. Taburan bintang digunakan sebagai pedoman arah
dalam pelayaran di malam hari, antara lain seperti bintang pari untuk menandai
arah selatan, sedangkan bintang fajar yang selalu terbit di ufuk timur.
Berdasarkan bintang-bintang tersebut pada umumnya nelayan tidak mudah
kehilangan arah atau tersesat dalam pelayarannya di tengah laut.
Gambaran awan yang biasanya
dijadikan pedoman oleh para nelayan antara lain awan yang memerah di ufuk
barat, biasanya pada saat menjelang senja. Apabila awan tersebut tampak, maka
itu pertanda ikan-ikan di laut sudah banyak, sehingga nelayan beranggapan sudah
tiba saatnya untuk melaut. Sejalan dengan peredaran siang dan malam, para nelayan
juga mempunyai perangkat pengetahuan tentang hari-hari yang dianggap baik di
samping hari-hari yang dianggap bernilai buruk untuk melakukan kegiatan
penangkapan ikan. Selain itu nelayan menghindarkan kegiatan penangkapan ikan
pada saat bulan purnama sedang mengambang di atas cakrawala. Ini sesuai dengan
pengalaman mereka bahwa pada saat seperti itu ikan-ikan di lautan sulit untuk
dijaring dan ditangkap.
Sistem pengetahuan
tradisional tersebut sangat sederhana dan tentunya masih banyak unsur-unsur pengetahuan
lainnya yang mereka miliki. Aktivitas penangkapan ikan laut bagi para nelayan
di Galesong turut dipengaruhi oleh adanya perangkat pengetahuan tradisional
tentang laut dan gejala-gejala alam, termasuk astronomi dan meteorologi
tradisional yang diwarisi dari generasi terdahulu.
Hal tersebut tidak jauh
berbeda dengan pelaut Bugis, yang juga mengandalkan pengamatan mereka terhadap
kondisi laut; gerakan gelombang, bentuk ombak, tingkat kegaraman, warna dan
suhu air, ada tidaknya arus, ada tidaknya barang yang hanyut di laut dan apa
jenisnya, perilaku ikan dan pola terbang burung.
(2)
Pola Produksi.
Sejak lama nelayan lokal di Galesong mengenal
serta mengembangkan berbagai jenis usaha penangkapan ikan di laut. Pada umumnya
jenis-jenis usaha tersebut dilakukan secara tradisional menurut sistem
pegetahuan dan peralatan yang cukup sederhana. Pengetahuan dan teknologi
penangkapan tersebut diwarisi dari generasi terdahulu, selanjutnya
ditransformasikan pula kepada angkatan generasi yang lebih muda melalui proses
sosialisasi. Unsur-unsur pengetahuan dan teknologi tradisional dalam bidang
penangkapan ikan itu masih banyak yang tetap dipertahankan sampai sekarang,
walau sebagian nelayan sudah mulai menerapkan sistem teknologi modern, terutama
berkenaan dengan penggunaan mesin penggerak perahu (motorisasi), maupun bahan
dan alat-alat penangkapan ikan lainnya.
(3)
Wilayah Tangkapan
Secara garis besar batas
wilayah tangkapan para nelayan patorani di Galesong tidak hanya terbatas di
perairan yang dangkal, melainkan sampai jarak jauh melintasi perairan wilayah
provinsi atau pulau terluar dari batas geografis daerahnya. Menurut keterangan
yang diperoleh, mereka sampai di wilayah perairan perbatasan pulau Kalimantan
dan bahkan hingga perairan Fak Fak di Jayapura.
(4)
Ritus Tradisi Patorani
Masyarakat nelayan di
Galesong Utara menyadari betul, bahwa hidup dalam ekologi kelautan harus
dihadapi dengan spirit kejuangan yang tinggi. Hal ini disebabkan bahwa
menggeluti kehidupan di laut bukanlah pekerjaan mudah tetapi sebaliknya suatu
pekerjaan yang berat dan mengandung banyak risiko. Karena itu pula usaha
penangkapan ikan tuing-tuing (ikan terbang) merupakan perjuangan yang
berat. Kehidupan laut penuh degan misteri yang terkadang sulit diantisipasi.
Suatu saat laut tampak begitu tenang dan aktivitas penangkapan ikan dilakukan
dengan aman. Namun demikian, di saat lain, laut bergemuruh demikian hebat
dengan ombaknya yang besar bergulung-gulung disertai badai dengan tiupan angin
yang demikian kencang. Pada saat demikian, laut seolah-olah menantang siapa
saja, sehingga para nelayan merasa ngeri dan takut terhadap fenomena alam
seperti itu terjadi karena ada sesuatu kekuatan-kekuatan gaib yang dahsyat
sebagai penyebab. Boleh jadi ”Dewa laut” sedang murka. Oleh karena itu, Dewa
Laut perlu ditenangkan dan disenangkan.
Dalam menghadapi
kekuatan-kekuatan gaib yang penuh misteri di lautan itulah, masyarakat nelayan
Galesong Utara melakukan upacara tradisional, dan berhasil tidaknya mereka
membujuk atau menenangkan kekuatan-kekuatan gaib iitu, sangat tergantung kepada
kualitas upacara tersebut. Untuk itulah, dalam melakukan upacara tradisional,
mereka sangat berhati-hati dengan melakukan apa yang dianjurkan, dan
menghindari semua pantangan. Ritus para komunitas Patorani yang dilakukan
secara tradisional ini, paling tidak bertujuan untuk memperoleh keselamatan
dalam aktivitas penangkapan ikan terbang (torani) dan berharap memperoleh hasil
tangkapan yang maksimal.
(5)
Perahu dan Sarana Nelayan
Perahu nelayan di Galesong bervariasi bentuknya,
antara lain jakung, parengge dan
perahu khusus papekang. Perkembangan komunitas nelayan dengan menggunakan
perahu jakung ini telah mengalami pasang surut, hingga sekarang komunitas ini
kurang lagi diminati oleh nelayan. Perahu jakung dari awal kehadirannya
berfungsi sebagai perahu yang digunakan untuk menangkap ikan dengan menggunakan
teknologi alat tangkap yang sederhana seperti kail dan jala (pukat) dan
kemampuan lokasi penangkapannya hanya berkisaran di wilayah area pesisir
pantai. Perkembangan selanjutnya, perahu jakung dalam dekade terakhir, walaupun
populasinya menurun, namun komunitas yang masih mempertahankan keberadaannya
telah beralih dengan menggunakan motor tempel sebagai penggerak utama
(sebelumnya dengan tenaga angin/ layar). Keberadaan perahu jakung hingga
sekarang ini telah mengalami perubahan dari segi bentuk badan perahu dengan
melalui modifikasi, termasuk fungsi dan wilayah operasionalnya juga mengalami
perubahan.
BAB IV
KESIMPULAN
Perburuan ikan
oleh masyarakat di Galesong Kabupaten Takalar, adalah sebuah peristiwa kenelayanan
yang tidak hanya bernilai ekonomi semata, tetapi merupakan ritus kehidupan yang
sarat dengan nilai-nilai sosial dan spiritual yang mengandung makna yang sangat
dalam, tentang suatu hubungan sesama manusia, alam (lingkungan), dan Tuhannya.
Pengaruh
sistem budaya lokal telah melahirkan cara berpikir dan bertindak yang memandang
hubungan manusia dan alam fisik adalah hubungan internal yang bersifat
persuasif, sehingga keberlanjutan sumberdaya hayati perairan dapat terjaga. Bentuk
Partisipasi dalam kegiatan eksploitasi, berkaitan dengan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
(mesin dan alat tangkap), Sedang partisipasinya dalam konservasi adalah
kepedulian dalam menjaga wilayah perairan mereka dari kegiatan-kegiatan
eksploitasi yang mempergunakan alat tangkap yang illegal/merusak (trowl, bom
dan racun). Dampak partisipasinya, secara ekologis teknologi alat yang
dipergunakan tidak merusak terhadap keberlanjutan sumberdaya hayati perairan,
sehingga potensi sumberdaya hayati perairan dapat terjaga.
Daftar
pustaka
Adnans, 1997.Sosiologi Perikanan.Jurusan
Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Arief,
Andi Adrie, 2008. Partisipasi Masyarakat Nelayan di Kabupaten Takalar (Studi
Kasus Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara). Jurnal Hutan dan Masyarakat
Vol. III No. 1 Mei 2008
Eddy,
Nurcahyo. 2010. Komoditi Krustasea. Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar
Kusnadi, dkk, 2001.Perempuan Pesisir.
Jakarta. Ghalia Indonesia
Maknun,
Tajuddin, 2011. Nelayan Makassar: Kepercayaan Karakter. (Makassar: Penerbit
Identitas Unhas)
Maryati, Kun dan Juju Suryawati, 2007. Sosiologi untuk SMA dan Kelas X. Jakarta: Erlangga
Nasikun,
1985. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta, CV. Rajawali
Nasruddin,
2011. Patorani: Sang Pemburu Ikan Terbang dalam Kearifan Lokal di Tengah
Modernisasi. (Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia)
Pelras,
Christian, 2006. Manusia Bugis. (Jakarta: Nalar kerjasama dengan Forum Jakarta Paris).
Schuler,
1986. Empowerment and the Law. Analisis SWOT.
Soekanto,
Soerjono, 1985. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta, CV. Rajawal.
http://www.jurusankomunikasi.blogspot.com-proses-sosial-dan-interaksi
sosial.html.(Diakses pada tanggal 15Oktober 2011)
http://www.masthoms16.wordpress.com-pengertian-proses-sosial. (Diakses pada tanggal 15
Oktober 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar