SEJARAH
PERIKANAN DAN KELAUTAN
“LAMPUNG
SELATAN”
Di
susun oleh :
Winda
Lestari (230110130001)
Indri
Nuraeni (230110130004)
Jihan
Refli (230110130010)
Desinta
Annisa (230110130017)
Ira
Setyowati (230110130022)
Elsa
Nurhani (230110130042)
Kelas A
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
Kata Pengantar
Segala puji
hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi perikanan.
Dalam penyusunan tugas atau
materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan orang tua dan teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentangsejarah perikanan dan kelautan di “lampung
selatan”. Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Padjadjaran. Saya sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah kami di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Jatinangor,
Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar ....................................................................................................2
Daftar
isi................................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar
belakang..................................................................................................4
1.2 Rumusan
masalah.............................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................5
BAB II Kajian
pustaka.........................................................................................6
BAB III Analis....................................................................................................12
BAB IV Simpulan
dan
saran...............................................................................25
Daftar
Pustaka...................................................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia sebagai
negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau, panjang garis pantai kurang
lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km2 dengan dugaan potensi
perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi ini
diduga telah mencapai sekitar 60 %.
Kabupaten Lampung Selatan adalah salah
satu kabupaten
di Provinsi Lampung. Ibu kota
kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km²
dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007).
Wilayah
Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur
Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian
ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di
Indonesia merupakan daerah tropis.
Kabupaten
Lampung Selatan memiliki garis pantai yang panjang sehingga memiliki potensi
besar pada sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Namun
demikian dari berbagai macam budidaya, luas areal yang terluas digunakan untuk
budidaya tambak yaitu seluas 3.832 ha (tahun 2012). Dengan areal yang terluas,
produksi yang berasal dari budidaya tambak juga merupakan yang terbesar yaitu
lebih dari 50 persen dari total produksi perikanan budi- daya. Komoditas
unggulan dari budidaya tambak di Lampung Selatan adalah udang vaname. Dari
berbagai macam jenis ikan yang ada di Lampung Selatan, hasil tangkap ikan
tenggiri yang paling banyak (19,90 persen), kemudian diikuti ikan selar kuniran
(17,17 persen). Ikan lainnya yang cukup besar dian- taranya adalah teri,
lemuru, samba, cumi, kembung dan kuniran. Peningkatan produksi perikanan tidak
terlepas dari peningkatan sarana dan prasarana, dimana salah satunya adalah
kapal. Tahun 2012, jumlah kapal motor temple men- capai 821 buah kemudian kapal
motor < 5 GT sebanyak 500 buah.
1.2 Perumusan Masalah
1) Bagaimana
sejarah perikanan dan kelautan di Lampung Selatan?
2) Apa
saja potensi di perairan Lampung Selatan?
3) Bagaimana
pemanfaatan potensi perikanan di Lampung Selatan?
4) Jenis
ikan apa saja yang dapat dibudidaya di Lampung Selatan?
5) Bagaimana
lokasi pembudidayaan Perikanan di Lampung Selatan?
1.3 Tujuan
1)
Mengtahui sejarah kelautan di lampung selatan.
2)
Mengetahui sejarah perikanan di lampung selatan.
3)
Mengidentifikasi hasil budidaya di lampung selatan.
4)
Mengidentifikasi sumberdaya ikan di perairan lampung
selatan.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Sejarah Perikanan dan Kelautan di Lampung Selatan
Kabupaten Lampung Selatan adalah salah
satu kabupaten
di Provinsi Lampung. Ibu kota
kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km²
dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007).
Wilayah
Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur
Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian
ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di
Indonesia merupakan daerah tropis.
B.
Potensi perairan di Lampung Selatan
BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Potensi
perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12
mil) 24.820,0 Km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan
pesisir 16.625,3 km2. Selain itu, juga Lampung juga memiliki luas perairan umum
yang tersebar di kabupaten/kota.
Berdasarkan Data Statistik Tahun 2011 luas areal bersih kegiatan budi daya yaitu tambak 14.050 Ha , Kolam 6.192,31 Ha , Minapadi 1.023,1 Ha Keramba 1.131,9 Ha, KJA 290.15 Ha, budidaya laut 1.031,75 Ha.
Dari seluruh luasan mangrove yang ada tersebut, 34.28% (32.198,6 Ha) dikelola oleh perusahaan 33,98% (31.909,94 Ha) merupakan wilayah Taman Nasional Way Kambas dan sisanya 31.74% (29.811,12 Ha) dimanfaatkanmasyarakat.
Terumbu karang di Provinsi Lampung tersebar di empat Kabupaten yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Pesawaran. Sedangkan padang lamun berada di Lampung Barat, Tanggamus dan Pesawaran. Namun, potensi perikanan yang cukup besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik.
Berdasarkan Data Statistik Tahun 2011 luas areal bersih kegiatan budi daya yaitu tambak 14.050 Ha , Kolam 6.192,31 Ha , Minapadi 1.023,1 Ha Keramba 1.131,9 Ha, KJA 290.15 Ha, budidaya laut 1.031,75 Ha.
Dari seluruh luasan mangrove yang ada tersebut, 34.28% (32.198,6 Ha) dikelola oleh perusahaan 33,98% (31.909,94 Ha) merupakan wilayah Taman Nasional Way Kambas dan sisanya 31.74% (29.811,12 Ha) dimanfaatkanmasyarakat.
Terumbu karang di Provinsi Lampung tersebar di empat Kabupaten yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Pesawaran. Sedangkan padang lamun berada di Lampung Barat, Tanggamus dan Pesawaran. Namun, potensi perikanan yang cukup besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik.
C.
Pemanfaatan Potensi Perikanan di
Lampung Selatan
Pemanfaatan potensi perikanan di lampung
selatan yaitu dengan pembudidayaan . Karena luas lahan budidaya yang sudah ada
sangat cocok untuk mengembangkan ikan-ikan .
D.
Jenis ikan yang dapat dibudidaya di
Lampung Selatan
Jenis-jenis
ikan laut yang dapat dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi sumber daya yang
ada jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan serta teknologinya yang sudah
dikuasai/dihasilkan sendiri di Indonesia, guna untuk menghindari resiko
kegagalan yang besar. Jenis-jenis ikan yang dimaksud adalah Kerapu Lumpur
(Epinephalus tauvina), Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch), Kakap Merah
(Lutjanus malabaricus, Bloch & Schaider). Berikut di bawah ini disajikan
biologi beberapa jenis ikan yang dapat dibudidayakan secara praktis.
Tabel 1.: Biologi Jenis-Jenis Ikan
yang Dibudidayakan
No
|
Uraian
|
Kerapu
|
Kakap Putih
|
Kakap Merah
|
Nama Lokal
Nama Asing |
Kerapu Lumpur
Greasy grouper |
Kakap Putih
Seabass |
Ikan Merah
Red-Snapper |
|
Silsilah:
Philum Sub Philum Klas Sub Klas Ordo Famili Genus Species |
Chrodata
Vertebrata Pisces Teleostei Percomorphi Sarranidae Epinephelus E. tauvina |
Chrodata
Vertebrata Pisces Teleostei Percomorphi Centropornidae Lates L. carcarifer Bloch |
Chrodata
Vertebrata Pisces Teleostei Percomorphi Lutjanidae Lutjanus L. malabaricus Bloch & Scheider |
|
|
Ciri-ciri
Morphologi |
Badan memanjang gepeng. Termasuk
jenis Kerapu besar.
Prapenutup insang bulat, bergerigi dan agak basar pada ujung bawah Gigi-gigi pada rahang berderet dalam 2 baris. Jari-jari Sirip keras, sirip dubur 3 dan 8 lemah Sirip Punggung berjari keras 11 dan 15-16 lemah
Terdapat 3 duri pada penutup
insang yang ditengah terbesar
Termasuk ikan buas dan predator Hidup perairan pantai , lepas pantai, menyendiri Soliter Dapat mencapai panjang 15° Cm umumnya 50-7° Cm Warna dasar sawo matang, agak keputihan bagian bawahnya. Terdapat 4-6 ban warna gelap melintang badan. Totol-totol warna merah sawo di seluruh badan . |
Badan memanjang gepeng, batang sirip ekor lebar
Burayak umur 3-5 bulan warnanya gelap. Glondongan warnanya terang dg punggung
coklat kebiruan dan berubah keabu-abuan. Sirip abu-abu gelap Mata merah
cemerlang, mulut lebar dengan gerigi halus
Bag. Atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigig Sirip punggung berjari keras sebanyak 7-9 dan jari lemah 10-11 Sirip dubur berjari lemah 7-8 Sirip dubur berbentuk bulat |
Badan memanjang melebar, gepeng kepala cembung Bag.
Bawah penutup insang ergerigi
Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pd bag. Terluar rahang atas Sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14 Sirip dubur berjari-jari keras 3, lemah 8-9 Termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan invetebrata dasar. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai panjang 45-6° Cm. Warna bag. Atas kemerahan/merah kuningan Bag. Bawah merah keputihan. Ban-ban kuning kecil diselingi warna merah pd bag. Punggung diatas garis rusuk. |
E.
Persyaratan lokasi pembudidayaan
Perikanan di Lampung Selatan
Ketepatan
pemilihan lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha
budidaya ikan laut. Karena laut yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya
merupakan wilayah yang penggunaannya melibatkan sektor lain (Common property)
seperti; perhubungan, pariwisata, dan lain-lain, maka perhatian terhadap
persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor yang berkaitan
dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga faktor kebijaksanaan
pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor. Dalam kaitan
dengan hal tersebut, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Petunjuk
Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut (SK. Mentan No. 473/Kpts./Um/7/1982).
Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan teknis sekaligus terhindar
dari kemingkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat pemanfaatan
perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih adalah yang
memenuhi kriteria, sebagai berikut:
Tabel 2.
Syarat-Syarat Lokasi Budidaya
NO.
|
FAKTOR
|
PERSYARATAN MENURUT KOMODITAS
|
||
Kerapu
|
Kakap Putih
|
Kakap Merah
|
||
1
|
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
|
Kecil
|
Kecil
|
Kecil
|
2
|
Kedalaman air dari dasar kurung
|
5-7 m pada surut terendah
|
5-7 m pada surut terendah
|
7-10 m pada surut terendah
|
3
|
Pergerakan air/arus
|
20-40 Cm/detik
|
±20-40 Cm/det
|
±20-40Cm/detik
|
4
|
Kadar garam
|
27-32 0/00
|
27-32 0/00
|
32-33 0/00
|
5
|
Suhu Air Pengaruh
|
28 ° C-30 ° C
|
28 ° C-30 ° C
|
28 ° C-30 ° C
|
6
|
Polusi
|
bebas
|
bebas
|
bebas
|
7
|
Pelayaran
|
tdk menghambat alur pelayaran
|
tdk menghambat alur pelayaran
|
tdk menghambat alur pelayaran
|
BAB III
ANALISIS
Secara
geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’
LS dan 105028’ – 105037’ BT. Ibukota propinsi
Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera
(BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang
terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki garis pantai yang
panjang sehingga memiliki potensi besar pada sektor perikanan baik perikanan
tangkap maupun budidaya. Namun demikian dari berbagai macam budidaya, luas areal
yang terluas digunakan untuk budidaya tambak yaitu seluas 3.832 ha (tahun
2012). Dengan areal yang terluas, produksi yang berasal dari budidaya tambak
juga merupakan yang terbesar yaitu lebih dari 50 persen dari total produksi
perikanan budidaya. Komoditas unggulan dari budidaya tambak di Lampung Selatan
adalah udang vaname. Produksi Perikanan
:
Produksi Perikanan
Kabupaten Lampung Selatan (Ton)
URAIAN
|
2011
|
2012
|
PERIKANAN
TANGKAP
|
||
1.
Laut
|
35.547
|
36.614
|
2.
Perairan Umum
|
277,25
|
|
PERIKANAN
BUDIDAYA
|
||
1.
Tambak
|
6732,10
|
7401,81
|
2.
Budidaya laut
|
1424,60
|
2201,70
|
3.
Perikana di air tawar
|
1002,20
|
1442,50
|
Sumber : Lampung Dalam Angka 2013
Pembudidayaan
di Lampung Selatan
1. Persiapan
Sarana Budidaya
a. Kerangka/rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat
b.
dari bahab bambu, kayu, besi bercat anti
karat atau paralon. Bahan yang dianjurkan adalah bahan yang relatif murah dan
mudah didapati di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi
tergantung dari ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri
atas 4 (empat) buah kurungan.
c.
Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh saran budidaya termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m³ diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 Cm. Penempatan pelampung pada kerangka dapat dilihat dari gambar ini:
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh saran budidaya termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m³ diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 Cm. Penempatan pelampung pada kerangka dapat dilihat dari gambar ini:
d. urungan
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3)m³ . Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang dari 10Cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inch), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 Cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan untuk mencegah kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3)m³ . Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang dari 10Cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inch), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 Cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan untuk mencegah kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
e. Jangkar
Agar seluruh saran budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.
Agar seluruh saran budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.
2. Unit
Penangkapan Ikan
a.
Kapal
Menurut UU
No 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal, perahu atau alat apung yang
digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan
penelitian/eksplorasi perikanan.
Jumlah kapal
di PPP Lempasing tahun 2003-2007
Tahun
|
Perahu
Tanpa Motor
|
Kapal
Motor
|
Jumlah
|
||
< 10 GT
|
10-20 GT
|
20-30 GT
|
|||
2003
|
175
|
298
|
45
|
10
|
881
|
2004
|
102
|
281
|
28
|
25
|
665
|
2005
|
78
|
295
|
39
|
36
|
638
|
2006
|
70
|
298
|
21
|
17
|
573
|
2007
|
72
|
298
|
34
|
24
|
642
|
Sumber:
Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani
(2009).
b.
Alat penangkap ikan
Alat tangkap yang digunakan di PPP
Lempasing umumnya merupakan alat tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu
besar.
Jumlah alat
tangkap di PPP Lempasing tahun 2003-2007
Jenis Alat
Tangkap
|
Tahun
|
||||
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
|
Cantrang
|
73
|
59
|
48
|
40
|
44
|
Purse seine
|
34
|
36
|
40
|
29
|
64
|
Payang
|
50
|
44
|
45
|
45
|
52
|
Rampus
|
67
|
51
|
43
|
37
|
35
|
Pancing
|
56
|
50
|
50
|
25
|
35
|
Pelele
|
40
|
42
|
39
|
29
|
40
|
Jumlah
|
320
|
282
|
265
|
205
|
270
|
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006)
dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).
c.
Nelayan
Nelayan di PPP Lempasing terdiri
dari nelayan lokal yaitu nelayan yang bermukin di Lempasing. Nelayan-nelayan
ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing
sering juga disinggahi nelayan-nelayan pendatang yang berasal dari Sibolga,
Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan Bugis.
Jumlah nelayan di PPP Lempasing
tahun 2007
Nelayan
|
Jumlah
(orang)
|
Cantrang
|
400
|
Purse seine
|
612
|
Payang
|
410
|
Rampus
|
185
|
Pancing
|
125
|
Pelele
|
145
|
Jumlah
|
1.877
|
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006)
dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).
d.
Produksi dan Nilai Produksi
Produksi hasil perikanan di PPP
Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis hasil tangkapan, antara lain
tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung (Rastreliger kanagurta),
bawal (Pampus argentus), tongkol (Euthynnus spp.), tembang (Sardinellafimbriata),
teri (Stolephorus spp).
Produksi dan nilai produksi di PPP
Lempasing tahun 2003-2007
Tahun
|
Produksi
|
Nilai
produksi (Rp)
|
2003
|
4.658.000
|
20.029.400.000
|
2004
|
6.660.000
|
33.509.000.000
|
2005
|
5.809.500
|
47.112.566.000
|
2006
|
3.319.276
|
17.634.855.677
|
2007
|
2.812.245
|
18.379.855.704
|
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006)
dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).
Potensi
Perikanan Wilayah Lampung
Potensi perikanan wilayah lampung
pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya
yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan
Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi
kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari
wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah
pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap
baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak
388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap
di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan
hasil tangkapan.
Produksi hasil tangkapan yang
terdapat di PPP Lempasing berdasarkan asalnya bersumber dari dua tempat, yaitu
hasil tangkapan yang didaratkan dari laut dan hasil tangkapan yang didatangkan
dari darat/daerah lain. Hasil tangkapan yang didaratkan dari laut di PPP
Lempasing biasanya berasal dari daerah penangkapan ikan di sekitar
perairan Teluk Lampung, anatara lain di sekitar perairan Pulau Legundi, Pulau
Tegal, Pulau Kubur, Teluk Semangka, Pulau Sebesi, Pulau Krakatau, Labuhan
Maringgai dan Kota Agung. Hasil tangkapan yang didatangkan dari daerah lain di
PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah di luar Kota Bandar Lampung, bahkan
ada yang didatangkan dari luar Provinsi Lampung, antara lain Labuhan Maringgai
Bengkulu dan sibolga dengan menggunakan transportasi darat (Yuliati 2005).
Menurut Malanesia, dkk (2008),
perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk Lampung
dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar antara 35-75
m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk perairan mendangkal sekitar 20
m pada jarak relatif dekat dengan pantai. Tipe pasang surut yang ada di
perairan Teluk Lampung adalah tipe campuran dengan kecenderungan ke arah semi
diurnal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut Samudera Hindia dan Laut
Jawa. Kisaran tinggi pasang surut sekitar 180 cm, dengan surut terendah sekitar
91 cm dan pasang tertinggi sekitar 95 cm.
Pemasaran yang dilakukan oleh PPP
Lempasing hanya ke pasar lokal disekitar Lampung. PPP Lempasing tidak
mendistribusikan hasil perikanan untuk kebuthan ekspor, karena ikan hasil
tangkapan hanya ikan wilayah perairan pantai yang relatif kecil tidak termasuk
ukuran ikan untuk ekspor yang meminta ikan ukuran besar.
Potensi
Sumberdaya Manusia (Nelayan)
Berdasarkan laporan Koran Kompas
Kamis, 28 April 2011,angka produksi perikanan tangkap Lampung per tahun hanya
sekitar 42 persen dari potensi perikanan tangkap sebanyak 338.000 ton. Produksi
hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan
kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno (dalam Kompas),
pada acara ruwat laut di pantai Sukaraja, Bandar Lampung, mengatakan,
berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan
tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi
yang cukup besar sekitar 338.000 ton.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan
Perikanan Lampung, puluhan ribu nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan.
Mereka tersebar pada beberapa pelabuhan perikanan di Lampung, mulai dari
Labuhan Maringgai di Lampung Timur, Kalianda di Lampung Selatan, Lempasing di
Bandar Lampung, hingga Kota Agung, Tanggamus. Sebanyak 11.117 nelayan di
antaranya menjalankan usaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran 5-10 gross ton
(GT). Mereka sanggup melaut hingga jarak kurang dari 10 mil laut. Namun, masih
lebih banyak nelayan yang menangkap ikan dengan perahu jukung atau payang yang
jangkauannya terbatas kurang dari 3 mil laut.Rata-rata nelayan Lampung melaut
hanya dua hari. Nelayan asal Lampung juga jarang yang mau melaut hingga jarak
lebih dari 12 mil laut. Dengan demikian, hasil tangkapan menjadi lebih
terbatas.Untuk meningkatkan produksi, DKP Lampung membantu penyediaan kapal
ikan berukuran besar. DKP Lampung melalui Koperasi Mina di setiap pelabuhan
perikanan di Lampung membantu secara bergulir satu kapal berukuran 25 GT yang
sanggup melaut sejauh 12 mil.
Lampung memiliki potensi kelautan
dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari
wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah
pulau kecil. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap
baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388
ribu ton/tahun. Dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu bisa
meningkatkan kesejahteraan nelayan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di
Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan
hasil tangkapan. Khusus hasil tangkapan laut sehingga nelayan harus
memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT serta peralatan
lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan
berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat. Dengan potensi
tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen.
Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun dan bila angka
penangkapan nelayan besar tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Adapun beberapa isu pengembangan
wilayah pesisir Propinsi Lampung berdasarkan hasil survey yang
terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermindan Punduh
Pidada. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
a.
Rendahnya
Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)
Rendahnya kualitas SDM di wilayah
pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi
pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta
hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan
formal maupun informal.
b.
Rendahnya
Penaatan dan Penegakan Hukum
Rendahnya penaatan dan penegakan
hokum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di
kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin
dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah,
khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaaan Lingkungan Hidup.
Beberapa kegiatan masyarakat di
daerah tersebut masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hokum dapat
terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan
bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan
lain-lain.
c.
Penataan Ruang
Wilayah Pesisir yang Belum Optimal
Penyusunan rencana tata ruang yang
telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW
Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kenyataannya,
pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi
pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempa dan
pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green
belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang
mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu
pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan.
d.
Degradasi
Habitat Wilayah Pesisir
Habitat penting di sepanjang pesisir
Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbukarang,
padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah
pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan
penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di
dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman kesalahan prosedur dalam
aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapakegiatanmasyarakat yang dapat
dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai
aktivitas, seperti:
• Penggunaan bom dan racun sianida
untuk menangkap ikan
• Pengambilan terumbu karang sebagai
bahan bangunan
• Pengambilan anemone untuk dijual
sebagai hiasan akuarium laut.
• Pengalihan kawasan mangrove untuk
tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian,
Bawang).
• Konversi kawasan hutan menjadi
lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi
menimbulkan longsor dan banjir.
• Penggalian tanah daratan (bukit)
untuk menimbun tambak udang, sehinggam menyebabkan kerusakan pada lahan daratan
dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).
e.
Pencemaran
Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan tempat
terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah
cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh
yang bersanitasi buruk.Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah
menimbulkan pencemaran antara lain:
• Terjadinya
pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang
berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa
pakan ataupun hasil metabolism udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.
• Pencemaran
yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat
meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di
beberapa desa, seperti Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan
Sidodadi.
Habitat penting di sepanjang pesisir
Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang,
padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah
pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan
penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di
dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas
penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat
dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai
aktivitas, seperti:
• Penggunaan bom dan racun sianida
untuk menangkap ikan
• Pengambilan terumbu karang sebagai
bahanbangunan
• Pengambilan anemone untuk dijual
sebagai hiasan akuarium laut.
• Pengalihan kawasan mangrove untuk
tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian,
Bawang).
• Konversi kawasan hutan menjadi lading
atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan
longsor dan banjir.
• Penggalian tanah daratan (bukit)
untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan
dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).
f.
Pencemaran
Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan tempat
terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah
cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh
yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah
menimbulkan pencemaran antara lain:
• Terjadinya
pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang
berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa
pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.
• Pencemaran
yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat
meningkatkan kadar bahan organik dan
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Secara
geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’
LS dan 105028’ – 105037’ BT. Ibukota propinsi
Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera
(BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang
terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.
Kabupaten
lampung selatan memiliki garis pantai yang panjang ,sehingga mempunyai potensi
yang besar di bidang perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya .Namun
area terbesar perikanan lampung selatan ada pada budidaya tambak yang mencapai
luas area 3.825 ha atau mencapai 50 persen dari jumlah keseluruhan sektor
perikanan lampung selatan, dengan produksi unggulan dari budidaya tambak ini
adalah udang Vaname.
Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010
yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai
173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas
Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi kelautan dan
perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau
kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah
Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau
kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru
mencapai sekitar 41 persen. Maka
Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap
dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno mengatakan,
berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan
tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi
yang cukup besar sekitar 338.000 ton.
Di harapkan sektor perikanan lampung selatan
akan menjadi lebih baik, baik secara SDM
(sumber daya manusia) yang handal pada bidang perikanan, maupun kelengkapan
alat nya. Karena potensinya yang sangat besar maka jika di gunakan dengan
optimal maka hasil yang di dapat juga akan maksimal, sehingga dapat pula
menjadi salah satu penunnjang perekonomian wilayah Lampung selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Di akses pada tanggal 2 Maret 2014 Jam 18.30 WIB
http://lampost.co/berita/lampung-simpan-potensi-perikanan
Di akses pada tanggal 2 Maret 2014 Jam 18.40 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 19.30 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 20.20 WIB
Di akses pada
tanggal 3 Maret 2014 Jam 20.30 WIB
Di akses pada
tanggal 3 Maret 2014 Jam 21.00 WIB
Di akses pada
tanggal 4 Maret 2014 Jam 19.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar