expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 16 Maret 2014

Kelompok 4 Lampung Selatan



SEJARAH PERIKANAN DAN KELAUTAN
“LAMPUNG SELATAN”
 
 
Di susun oleh : 
Winda Lestari       (230110130001) 
      Indri Nuraeni        (230110130004)
     Jihan Refli             (230110130010)
     Desinta Annisa      (230110130017)
     Ira Setyowati        (230110130022)
     Elsa Nurhani         (230110130042)

Kelas A
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN



Kata Pengantar

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya kami mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Sosiologi perikanan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua dan teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentangsejarah perikanan dan kelautan di “lampung selatan”. Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Padjadjaran. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah kami  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Jatinangor, Maret 2014


Penyusun


DAFTAR ISI
Kata pengantar ....................................................................................................2
Daftar isi................................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan
1.1  Latar belakang..................................................................................................4
1.2  Rumusan masalah.............................................................................................5
1.3  Tujuan...............................................................................................................5
BAB II Kajian pustaka.........................................................................................6
BAB III Analis....................................................................................................12
BAB IV Simpulan dan saran...............................................................................25
Daftar Pustaka...................................................................................................27





BAB 1
PENDAHULUAN
                  1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau, panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 %.
Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007).
Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki garis pantai yang panjang sehingga memiliki potensi besar pada sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Namun demikian dari berbagai macam budidaya, luas areal yang terluas digunakan untuk budidaya tambak yaitu seluas 3.832 ha (tahun 2012). Dengan areal yang terluas, produksi yang berasal dari budidaya tambak juga merupakan yang terbesar yaitu lebih dari 50 persen dari total produksi perikanan budi- daya. Komoditas unggulan dari budidaya tambak di Lampung Selatan adalah udang vaname. Dari berbagai macam jenis ikan yang ada di Lampung Selatan, hasil tangkap ikan tenggiri yang paling banyak (19,90 persen), kemudian diikuti ikan selar kuniran (17,17 persen). Ikan lainnya yang cukup besar dian- taranya adalah teri, lemuru, samba, cumi, kembung dan kuniran. Peningkatan produksi perikanan tidak terlepas dari peningkatan sarana dan prasarana, dimana salah satunya adalah kapal. Tahun 2012, jumlah kapal motor temple men- capai 821 buah kemudian kapal motor < 5 GT sebanyak 500 buah.

                 1.2  Perumusan Masalah
1)      Bagaimana sejarah perikanan dan kelautan di Lampung Selatan?
2)      Apa saja potensi di perairan Lampung Selatan?
3)      Bagaimana pemanfaatan potensi perikanan di Lampung Selatan?
4)      Jenis ikan apa saja yang dapat dibudidaya di Lampung Selatan?
5)      Bagaimana lokasi pembudidayaan Perikanan di Lampung Selatan?

1.3 Tujuan
1)      Mengtahui sejarah kelautan di lampung selatan.
2)      Mengetahui sejarah perikanan di lampung selatan.
3)      Mengidentifikasi hasil budidaya di lampung selatan.
4)      Mengidentifikasi sumberdaya ikan di perairan lampung selatan.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

     A.    Sejarah Perikanan dan Kelautan di Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007).
Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.
      B.     Potensi perairan di Lampung Selatan

BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12 mil) 24.820,0 Km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 km2. Selain itu, juga Lampung juga memiliki luas perairan umum yang tersebar di kabupaten/kota.

Berdasarkan Data Statistik Tahun 2011 luas areal bersih kegiatan budi daya yaitu tambak 14.050 Ha , Kolam 6.192,31 Ha , Minapadi 1.023,1 Ha Keramba 1.131,9 Ha, KJA 290.15 Ha, budidaya laut 1.031,75 Ha.

Dari seluruh luasan mangrove yang ada tersebut, 34.28% (32.198,6 Ha) dikelola oleh perusahaan 33,98% (31.909,94 Ha) merupakan wilayah Taman Nasional Way Kambas dan sisanya 31.74% (29.811,12 Ha) dimanfaatkanmasyarakat.

Terumbu karang di Provinsi Lampung tersebar di empat Kabupaten yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Pesawaran. Sedangkan padang lamun berada di Lampung Barat, Tanggamus dan Pesawaran. Namun, potensi perikanan yang cukup besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik.

      C.    Pemanfaatan Potensi Perikanan di Lampung Selatan
Pemanfaatan potensi perikanan di lampung selatan yaitu dengan pembudidayaan . Karena luas lahan budidaya yang sudah ada sangat cocok untuk mengembangkan ikan-ikan .

     D.    Jenis ikan yang dapat dibudidaya di Lampung Selatan
Jenis-jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi sumber daya yang ada jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan serta teknologinya yang sudah dikuasai/dihasilkan sendiri di Indonesia, guna untuk menghindari resiko kegagalan yang besar. Jenis-jenis ikan yang dimaksud adalah Kerapu Lumpur (Epinephalus tauvina), Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch), Kakap Merah (Lutjanus malabaricus, Bloch & Schaider). Berikut di bawah ini disajikan biologi beberapa jenis ikan yang dapat dibudidayakan secara praktis.

Tabel 1.: Biologi Jenis-Jenis Ikan yang Dibudidayakan
No
Uraian
Kerapu
Kakap Putih
Kakap Merah

Nama Lokal
Nama Asing
Kerapu Lumpur
Greasy grouper
Kakap Putih
Seabass
Ikan Merah
Red-Snapper

Silsilah:
Philum
Sub Philum
Klas
Sub Klas
Ordo
Famili
Genus
Species
Chrodata
Vertebrata
Pisces
Teleostei
Percomorphi
Sarranidae
Epinephelus
E. tauvina
Chrodata
Vertebrata
Pisces
Teleostei
Percomorphi
Centropornidae
Lates
L. carcarifer Bloch
Chrodata
Vertebrata
Pisces
Teleostei
Percomorphi
Lutjanidae
Lutjanus
L. malabaricus
Bloch & Scheider

Ciri-ciri
Morphologi
Badan memanjang gepeng. Termasuk jenis Kerapu besar.
Prapenutup insang bulat, bergerigi dan agak basar pada ujung bawah Gigi-gigi pada rahang berderet dalam 2 baris. Jari-jari Sirip keras, sirip dubur 3 dan 8 lemah Sirip Punggung berjari keras 11 dan 15-16 lemah
Terdapat 3 duri pada penutup insang yang ditengah terbesar
Termasuk ikan buas dan predator Hidup perairan pantai , lepas pantai, menyendiri Soliter Dapat mencapai panjang 15° Cm umumnya 50-7° Cm Warna dasar sawo matang, agak keputihan
bagian bawahnya. Terdapat 4-6 ban warna gelap melintang badan. Totol-totol warna merah sawo di seluruh badan .
Badan memanjang gepeng, batang sirip ekor lebar Burayak umur 3-5 bulan warnanya gelap. Glondongan warnanya terang dg punggung coklat kebiruan dan berubah keabu-abuan. Sirip abu-abu gelap Mata merah cemerlang, mulut lebar dengan gerigi halus
Bag. Atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigig Sirip punggung berjari keras sebanyak 7-9 dan jari lemah 10-11 Sirip dubur berjari lemah 7-8 Sirip dubur berbentuk bulat
Badan memanjang melebar, gepeng kepala cembung Bag. Bawah penutup insang ergerigi
Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pd bag. Terluar rahang atas Sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14 Sirip dubur berjari-jari keras 3, lemah 8-9 Termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan invetebrata dasar. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai panjang 45-6° Cm. Warna bag. Atas kemerahan/merah kuningan Bag. Bawah merah keputihan. Ban-ban kuning kecil diselingi
warna merah pd bag. Punggung diatas garis rusuk.


E.     Persyaratan lokasi pembudidayaan Perikanan di Lampung Selatan
Ketepatan pemilihan lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan laut. Karena laut yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya merupakan wilayah yang penggunaannya melibatkan sektor lain (Common property) seperti; perhubungan, pariwisata, dan lain-lain, maka perhatian terhadap persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga faktor kebijaksanaan pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor. Dalam kaitan dengan hal tersebut, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut (SK. Mentan No. 473/Kpts./Um/7/1982). Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan teknis sekaligus terhindar dari kemingkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat pemanfaatan perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria, sebagai berikut:
Tabel 2. Syarat-Syarat Lokasi Budidaya
NO.
FAKTOR
PERSYARATAN MENURUT KOMODITAS
Kerapu
Kakap Putih
Kakap Merah
1
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
Kecil
Kecil
Kecil
2
Kedalaman air dari dasar kurung
5-7 m pada surut terendah
5-7 m pada surut terendah
7-10 m pada surut terendah
3
Pergerakan air/arus
20-40 Cm/detik
±20-40 Cm/det
±20-40Cm/detik
4
Kadar garam
27-32 0/00
27-32 0/00
32-33 0/00
5
Suhu Air Pengaruh
28 ° C-30 ° C
28 ° C-30 ° C
28 ° C-30 ° C
6
Polusi
bebas
bebas
bebas
7
Pelayaran
tdk menghambat alur pelayaran
tdk menghambat alur pelayaran
tdk menghambat alur pelayaran










BAB III
ANALISIS

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’ LS dan 105028’ – 105037’ BT.  Ibukota propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera (BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki garis pantai yang panjang sehingga memiliki potensi besar pada sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Namun demikian dari berbagai macam budidaya, luas areal yang terluas digunakan untuk budidaya tambak yaitu seluas 3.832 ha (tahun 2012). Dengan areal yang terluas, produksi yang berasal dari budidaya tambak juga merupakan yang terbesar yaitu lebih dari 50 persen dari total produksi perikanan budidaya. Komoditas unggulan dari budidaya tambak di Lampung Selatan adalah udang vaname. Produksi Perikanan :
Produksi Perikanan
Kabupaten Lampung Selatan (Ton)

URAIAN
2011
2012
PERIKANAN TANGKAP
1.      Laut
35.547
36.614
2.      Perairan Umum
277,25

PERIKANAN BUDIDAYA
1.      Tambak
6732,10
7401,81
2.      Budidaya laut
1424,60
2201,70
3.      Perikana di air tawar
1002,20
1442,50
Sumber : Lampung Dalam Angka 2013




Pembudidayaan di Lampung Selatan
1.      Persiapan Sarana Budidaya
a.         Kerangka/rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat
b.         dari bahab bambu, kayu, besi bercat anti karat atau paralon. Bahan yang dianjurkan adalah bahan yang relatif murah dan mudah didapati di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi tergantung dari ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri atas 4 (empat) buah kurungan.
c.         Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh saran budidaya termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m³ diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 Cm. Penempatan pelampung pada kerangka dapat dilihat dari gambar ini:

d.      urungan
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3)m³ . Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang dari 10Cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inch), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 Cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan untuk mencegah kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.





e.       Jangkar
Agar seluruh saran budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.

2.      Unit Penangkapan Ikan
a.       Kapal
Menurut UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Jumlah kapal di PPP Lempasing tahun 2003-2007
Tahun
Perahu Tanpa Motor
Kapal Motor
Jumlah
< 10 GT
10-20 GT
20-30 GT
2003
175
298
45
10
881
2004
102
281
28
25
665
2005
78
295
39
36
638
2006
70
298
21
17
573
2007
72
298
34
24
642
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).


b.      Alat penangkap ikan
Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing umumnya merupakan alat tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
Jumlah alat tangkap di PPP Lempasing tahun 2003-2007
Jenis Alat Tangkap
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
Cantrang
73
59
48
40
44
Purse seine
34
36
40
29
64
Payang
50
44
45
45
52
Rampus
67
51
43
37
35
Pancing
56
50
50
25
35
Pelele
40
42
39
29
40
Jumlah
320
282
265
205
270
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).
c.       Nelayan
Nelayan di PPP Lempasing terdiri dari nelayan lokal yaitu nelayan yang bermukin di Lempasing. Nelayan-nelayan ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing sering juga disinggahi nelayan-nelayan pendatang yang berasal dari Sibolga, Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan Bugis.
Jumlah nelayan di PPP Lempasing tahun 2007
Nelayan
Jumlah (orang)
Cantrang
400
Purse seine
612
Payang
410
Rampus
185
Pancing
125
Pelele
145
Jumlah
1.877
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).
d.      Produksi dan Nilai Produksi
Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis hasil tangkapan, antara lain tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung (Rastreliger kanagurta), bawal (Pampus argentus), tongkol (Euthynnus spp.), tembang (Sardinellafimbriata), teri (Stolephorus spp).
Produksi dan nilai produksi di PPP Lempasing tahun 2003-2007
Tahun
Produksi
Nilai produksi (Rp)
2003
4.658.000
20.029.400.000
2004
6.660.000
33.509.000.000
2005
5.809.500
47.112.566.000
2006
3.319.276
17.634.855.677
2007
2.812.245
18.379.855.704
Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

Potensi Perikanan Wilayah Lampung
Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.
Produksi hasil tangkapan yang terdapat di PPP Lempasing berdasarkan asalnya bersumber dari dua tempat, yaitu hasil tangkapan yang didaratkan dari laut dan hasil tangkapan yang didatangkan dari darat/daerah lain. Hasil tangkapan yang didaratkan dari laut di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah penangkapan ikan  di sekitar perairan Teluk Lampung, anatara lain di sekitar perairan Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Kubur, Teluk Semangka, Pulau Sebesi, Pulau Krakatau, Labuhan Maringgai dan Kota Agung. Hasil tangkapan yang didatangkan dari daerah lain di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah di luar Kota Bandar Lampung, bahkan ada yang didatangkan dari luar Provinsi Lampung, antara lain Labuhan Maringgai Bengkulu dan sibolga dengan menggunakan transportasi darat (Yuliati 2005).
Menurut Malanesia, dkk (2008), perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk Lampung dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar antara 35-75 m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk  perairan mendangkal sekitar 20 m pada jarak relatif dekat dengan pantai. Tipe pasang surut yang ada di perairan Teluk Lampung adalah tipe campuran dengan kecenderungan ke arah semi diurnal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut Samudera Hindia dan Laut Jawa. Kisaran tinggi pasang surut sekitar 180 cm, dengan surut terendah sekitar 91 cm dan pasang tertinggi sekitar 95 cm.
Pemasaran yang dilakukan oleh PPP Lempasing hanya ke pasar lokal disekitar Lampung. PPP Lempasing tidak mendistribusikan hasil perikanan untuk kebuthan ekspor, karena ikan hasil tangkapan hanya ikan wilayah perairan pantai yang relatif kecil tidak termasuk ukuran ikan untuk ekspor yang meminta ikan ukuran besar.
Potensi Sumberdaya Manusia (Nelayan)
Berdasarkan laporan Koran Kompas Kamis, 28 April 2011,angka produksi perikanan tangkap Lampung per tahun hanya sekitar 42 persen dari potensi perikanan tangkap sebanyak 338.000 ton. Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno (dalam Kompas), pada acara ruwat laut di pantai Sukaraja, Bandar Lampung, mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi yang cukup besar sekitar 338.000 ton.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, puluhan ribu nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan. Mereka tersebar pada beberapa pelabuhan perikanan di Lampung, mulai dari Labuhan Maringgai di Lampung Timur, Kalianda di Lampung Selatan, Lempasing di Bandar Lampung, hingga Kota Agung, Tanggamus. Sebanyak 11.117 nelayan di antaranya menjalankan usaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran 5-10 gross ton (GT). Mereka sanggup melaut hingga jarak kurang dari 10 mil laut. Namun, masih lebih banyak nelayan yang menangkap ikan dengan perahu jukung atau payang yang jangkauannya terbatas kurang dari 3 mil laut.Rata-rata nelayan Lampung melaut hanya dua hari. Nelayan asal Lampung juga jarang yang mau melaut hingga jarak lebih dari 12 mil laut. Dengan demikian, hasil tangkapan menjadi lebih terbatas.Untuk meningkatkan produksi, DKP Lampung membantu penyediaan kapal ikan berukuran besar. DKP Lampung melalui Koperasi Mina di setiap pelabuhan perikanan di Lampung membantu secara bergulir satu kapal berukuran 25 GT yang sanggup melaut sejauh 12 mil.
Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap  baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ton/tahun. Dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Khusus hasil tangkapan laut  sehingga nelayan harus memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT  serta peralatan lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap  baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Adapun beberapa isu pengembangan wilayah pesisir Propinsi Lampung berdasarkan hasil survey   yang terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermindan Punduh Pidada. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
a.        Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)
Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal.
b.       Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum
Rendahnya penaatan dan penegakan hokum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup.
Beberapa kegiatan masyarakat di daerah tersebut masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hokum dapat terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain.
c.        Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang Belum Optimal
Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempa dan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan.
d.       Degradasi Habitat Wilayah Pesisir
Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbukarang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapakegiatanmasyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:
• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan
• Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan
• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.
• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).
• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.
• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehinggam menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).
e.        Pencemaran Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk.Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:
• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolism udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.
• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di beberapa desa, seperti Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi.
Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:
• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan
• Pengambilan terumbu karang sebagai bahanbangunan
• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.
• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).
• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.
• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).
f.        Pencemaran Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:
• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.
• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan


















BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’ LS dan 105028’ – 105037’ BT.  Ibukota propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera (BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.

Kabupaten lampung selatan memiliki garis pantai yang panjang ,sehingga mempunyai potensi yang besar di bidang perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya .Namun area terbesar perikanan lampung selatan ada pada budidaya tambak yang mencapai luas area 3.825 ha atau mencapai 50 persen dari jumlah keseluruhan sektor perikanan lampung selatan, dengan produksi unggulan dari budidaya tambak ini adalah udang Vaname.
Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen.  Maka Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi yang cukup besar sekitar 338.000 ton.
 Di harapkan sektor perikanan lampung selatan akan menjadi lebih baik, baik secara  SDM (sumber daya manusia) yang handal pada bidang perikanan, maupun kelengkapan alat nya. Karena potensinya yang sangat besar maka jika di gunakan dengan optimal maka hasil yang di dapat juga akan maksimal, sehingga dapat pula menjadi salah satu penunnjang perekonomian wilayah Lampung selatan.






















DAFTAR PUSTAKA
Di akses pada tanggal 2 Maret 2014 Jam 18.30 WIB
http://lampost.co/berita/lampung-simpan-potensi-perikanan
Di akses pada tanggal 2 Maret 2014 Jam 18.40 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 19.30 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 20.20 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 20.30 WIB
Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 Jam 21.00 WIB
Di akses pada tanggal 4 Maret 2014 Jam 19.30 WIB

 




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar