expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 16 Maret 2014

Kelompok 2 Sumatera Utara



Makalah Sosiologi Perikanan
Sejarah Perikanan dan Kelautan di Sumatera Utara


Disusun Oleh :
·       Rakka Gilang Andhika    230110130046
·       Eka Harditama                  230110130023
·       Ade Reza Triandika         230110130030
·       Fikri Khairun Akbar        230110130039
·       Tengku Alwie Petra S      230110130035
·       Rambo                               230110130021
·       Rian Ramadan                   230110130071
Kelas A



Program Studi Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran
2014






Kata Pengantar
            Puji dan syukur penulis  panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat di selesaikan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan, dengan judul “Sejarah Perikanan di daerah sumatera Utara”
            Dalam penyusunannya makalah ini di buat dengan berbagai observasi sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak terkait yang telah membantu dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.



Jatinangor, 9 Maret 2014

          Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………   ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………  iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..      1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….    1
            1.2 Maksud dan Tujuan ………………………………………….    2
BAB II KAJIAN PUSTAKA  ……………………………………………  3
BAB III ANALISIS …………………………………………………….    13
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….  15







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Wilayah Propinsi Sumatera Utara mencakup areal seluas 71.680 kilometer persegi. Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, terletak antara 1° - 4° lintang utara dan 98° - 100° bujur timur, merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara dengan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, di sebelah timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Propinsi Dati I Riau dan Propinsi Dati I Sumatera Barat, dan di sebelah barat dengan Samudera Indonesia.
Pada tahun 1990 tata guna lahan di wilayah Propinsi Sumatera Utara meliputi areal hutan seluas 26.737 kilometer persegi atau 37,3 persen, areal semak belukar seluas 10.107 kilometer persegi atau 14,1 persen, areal padang rumput seluas 6.308 kilometer persegi atau 8,8 persen,
Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah daratan dengan topografi beragam, yaitu dataran rendah, bergelombang, berbukit, pegunungan, serta wilayah kepulauan, yang berada pada ketinggian antara 0.2.150 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memi­-  liki perairan umum yang berupa danau dan sungai. Iklim daerah Sumatera Utara termasuk tropis basah, dengan curah hujan yang beragam antara 1.430-5.050 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 12,2° Celsius - 33° Celsius. Wilayah Sumatera Utara mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap benca-na, yaitu letusan gunung api, gerakan tanah, dan erosi.
Lahan di Propinsi Sumatera Utara sebagian besar telah diman­faatkan untuk kegiatan pertanian, dan industri. Selain itu, sumber daya alam lainnya yang dimiliki adalah perikanan laut, perairan umum, dan kehutanan yang potensial untuk dikembangkan.
Potensi perikanan Sumatera Utara baru dimanfaatkan sekitar 35%. Dari total potensi itu sekitar 65% belum dimanfaatkan. Maka dari itu perlu untuk dikembangkan lagi.

1.2  Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah :
·         Mengetahui sejarah perikanan di wilayah Sumatera Utara
·         Mengetahui potensi perikanan yang ada di wilayah Sumatera Utara baik yang sudah dimanfaatkan atau belum
·         Memahami dan mempelajari kultur budaya nelayan pada daerah perairan Sumatera Utara
·         Mengetahui kegiatan perikanan yang ada di Sumatera Utara
·         Mengetahui hasil penangkapan ikan per tahunnya ( penigkatan dan penurunan hasil tangkapan)




















BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1  Potensi Perikanan
SEKTOR perikanan merupakan salah satu sektor yang menjadi tumpuan kehidupan banyak orang setelah sektor pertanian. Barangkali karena itu pula Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menempatkannya sebagai sektor strategis, terutama dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat ke depan.
Kebijakan ini tidak terlepas dari kondisi geografis Sumatera Utara (Sumut) sebagai daerah yang memiliki pantai dan pulau. Panjang garis pantai di provinsi ini tercatat 545 kilometer di wilayah pantai timur, yakni dari batas Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) di utara hingga ke batas Riau di selatan yang terhampar persis dekat Selat Malaka. Di wilayah pantai barat, panjang garis pantainya tercatat 375 kilometer, sedangkan sekitar 380 kilometer lagi merupakan garis pantai di pulau-pulau Nias.
"Bagi Provinsi Sumut, sektor perikanan tetap menjadi andalan guna memacu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat daerah ini. Karena itulah, kebijakan pembangunan sektor ini ke depan didasarkan pada pendekatan pembagian tiga wilayah pengembangan," papar Ridwan Batubara, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut.
Tiga wilayah pengembangan tersebut masing-masing, wilayah pengembangan perikanan dan kelautan I. Daerah yang masuk wilayah ini, antara lain, Mandailing Natal, Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Nias. Potensi unggulan wilayah itu adalah penangkapan ikan lepas pantai dan perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
Wilayah pengembangan II yang merupakan bagian tengah Sumut hanya bisa dikembangkan sebagai pusat perikanan budidaya. Misalnya, di sekitar Toba Samosir, Simalungun, Dairi, dan Tapanuli Utara.

Sama dengan wilayah I, pembangunan perikanan di wilayah III, yakni di bagian timur Sumut, tetap akan menjadi fokus pengembangan perikanan tangkap. Daerahnya terletak persis di sekitar perairan Selat Malaka, yaitu mulai dari Langkat di perbatasan NAD, hingga ke Medan, Deli Serdang, Tanjung Balai, Asahan, hingga Labuhan Batu dekat perbatasan Riau.
Pengembangan perikanan di wilayah II Sumut seyogianya tidak menemukan banyak masalah karena lebih pada budidaya darat yang sudah mengakar dari dulu di masyarakat. Persoalan paling besar di wilayah pengembangan I dan III Sumut, sebab sebagai andalan dan pusat aktivitas perikanan tangkap, maka ini terkait langsung dengan potensi alami di sana.
Pengurasan potensi perikanan laut yang tidak terkendali, apalagi dibarengi dengan cara-cara penangkapan di luar batas, misalnya bom ikan, jelas akan menjadi bumerang di belakang hari. Isyarat betapa potensi perikanan laut daerah ini sudah mulai tahap “lampu kuning" bisa dilihat dari ketimpangan potensi alami antara perairan pantai timur dan pantai barat Sumut.
Ini mengkhawatirkan karena akan mengancam keberadaan dua "gudang" ikan terbesar Sumut. Sudah sejak lama pantai timur dan barat Sumut menjadi ujung tombak perikanan tangkap, baik untuk pasar lokal, ekspor, maupun industri perikanan. Siapa pun tahu, Belawan dan Sibolga merupakan pelabuhan perikanan terbesar Sumut yang produksi ikan tangkapnya dikirim ke mana-mana.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan tahun 2001 mencatat, potensi perikanan di perairan pantai timur Sumut (sekitar Selat Malaka) tercatat sekitar 276.030 ton per tahun. Sedangkan pemanfaatan per tahun 2003 tercatat sekitar 255.499,2 ton.
"Angka ini memang mengejutkan karena, dengan data-data di atas, tergambar jelas kondisi perairan pantai timur Sumut sudah mendekati over fishing atau padat tangkap. Keadaan demikian menunjukkan betapa potensi perairan pantai timur sekitar Selat Malaka sudah sulit dioptimalkan karena tingkat pemanfaatannya mencapai 92 persen," kata Ridwan Batubara.

Data Badan Riset Kelautan tersebut setidaknya memberi gambaran bahwa eksploitasi potensi perikanan tangkap di daerah ini tampaknya mulai timpang. Bandingkan dengan potensi perikanan di pantai barat Sumut (sekitar Samudra Hindia). Potensi perairan ini tercatat 1.076.960 ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 baru mencapai 96.597,1 ton (8,96 persen).
"Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya perikanan yang belum merata di Sumut, khususnya perikanan tangkap, jelas berpengaruh serius. Salah satunya berdampak terhadap hasil tangkapan yang tidak berimbang karena penangkapannya yang tidak rasional," ujar Ridwan Batubara.
Agar ketimpangan tersebut tidak berlanjut, sudah selayaknya Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut berupaya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap sumber daya perikanan tangkap. Caranya, bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota yang menjadi penanggung jawab teritorial setempat. Selain itu, untuk pengendalian pemanfaatan sumber daya perikanan di Sumut, diharapkan pula adanya patroli pengawasan pantai maupun samudra secara berkesinambungan.
Langkah-langkah di atas memang harus dilakukan untuk menjamin produksi perikanan di Sumut. Apalagi, lonjakan produksi penangkapan ikan daerah ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan potensi yang ada. Tahun 2002, misalnya, produksi penangkapan ikan di laut tercatat 345.192,4 ton, sedangkan tahun 2003 tercatat 352.096,2 ton atau hanya naik sekitar 1,9 persen.
Sektor perikanan tampaknya memang tidak semata menjaring ikan, memancing, atau sekadar membuat keramba. Penggarapan potensi perikanan laut yang timpang pasti akan mengancam kelangsungan hidup nelayan ke depan.
2.2  Danau Toba
Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara dengan luas permukaan perairan 110.620 ha. Di tengah Danau Toba terletak sebuah pulau yaitu pulau Samosir dengan luas 69.280 ha.Rata-rata kedalaman Danau Toba 218m dengan kedalaman maksimum 529m. Indikator kondisi lingkungan yang masih baik adalah dari penggunaan air danau untuk pengembangan perikanan, sumber air minum dan pariwisata. Danau Toba termasuk perairan yang miskin yang ditunjukkan oleh penampakan perairan yang jernih dan tidak tingginya kelimpahan populasi hewan air(termasuk ikan) yang hidup didalamnya.
Jenis-jenis ikan yang meliputi jenis ikan batak (Lissochillus Tieneman),ikan pora-pora (Puntius Pinotatus,ikan nilem(Oseochellus Haselti),ikan mas (Cyprinus Carpio),ikan tawes (Punctius Javanicus),ikan mujair (Oreochromics Mossambicus),ikan gabus(Ophiocephalus sp),ikan lele(Clarias Batracus),ikan sepat(Trichogaster Trichopterus), dan ikan gurame(Ospronemus Gouramy).
Budidaya ikan yang berkembang di perairan Danau Toba adalah dengan sistem budidaya diKeramba Jaring Apung(KJA). Jenis ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah ikan mas dan nila. Di danau Toba juga terdapat KJA milik swasta yaitu PT. Aqua Farm Nusantara merupakan PMA yang berdiri tahun 1988 berdasarkan Surat Persetujuan Presiden RI No.B-32/Pres/03/1988. Usaha budidaya yang dikembangkan PT. Aqua Farm Nusantara di Propinsi Sumatera Utara merupakan budidaya ikan nila terpadu (integrated) yang meliputi unit usaha pembenihan (hatchery), unit usaha pembesaran (growout),unit usaha pengolahan (processing plant), dan unit pabrik pakan ikan (masih proses perintisan ditahun 2008). Unit usaha pembesaran dilakukan di Danau Toba yang melibatkan tenaga kerja sekitar 2.400 orang tenaga kerja lokal dengan jumlaj KJA sebanyak 1.380 unit yang tersebar di 6 lokasi KJA (Kab. Samosir 4 lokasi,Kab. Simalungun 1 lokasi, Kab. Toba Samosir 1 lokasi) dan 1 lokasi Landing Site di Kab. Toba Samosir. Jumlah KJA disetiap lokasi kurang lebih 250 unit.
Sebagian besar KJA yang dikembangkan sudah menggunakan KJA bulat. KJA segiempat yang terbuat dari besi galvanis disinyalir cukup rentan terhadap benturan kapal yang merapat ataupun lewat. Sementara KJA bulat yang menggunakan bahan rangka meupun pelampung, dari bahan pipa paralon PVC tampak lebih kokoh, lebih indah dan relati lebih hydrodynamic sehingga ada kecenderungan kedepan pengembangan KJA bulat secara berangsur-angsur akan menggantikan seluruh KJA segiempat.
Dengan pola penebaran dan pemanenan yang dikembangkah oleh unit growout ini, maka pada setiap hari dapat dilakukan pemanenan sebanyak 80 ton ikan hidup. Untuk mencapai target panen tersebut, maka pada setiap hari harus dilakukan penebaran benih ikan nila ukuran glondongan sebanyak 200.000 ekor. Dalam unit pembesaran tersebut, digunakan teknilogi konstruksi KJA yang cukup modern, dan ditunjang dengan penggunaan nutrisi dan manajemen pakan yang ramah lingkungan.
2.3  Kegiatan Perikanan
Adapun kegiatan perikanan di beberapa tempat di Sumatera Utara yang mempunyai komoditi unggulan yaitu :
·         Kabupaten Karo : jaring apung ikan Nila
·         Kabupaten Labuhanbatu : tambak udang, pengusahaan ikan kerapu
·         Kabupaten Labuhanbatu Utara : perikanan laut
·         Kabupaten Nias : budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut
·         Kabupaten Nias Selatan : kelautan, perikanan
·         Kabupaten Nias Utara : perikanan, kelautan
·         Kabupaten Serdang Bedagai : perikanan budidaya keramba, kolam, dan perikanan tangkap
·         Kabupaten Tapanuli Tengah : perikanan budidaya keramba, kolam, laut dan tambak
·         Kabupaten Tapanuli Utara : budidaya kolam, dan jaring apung
·         Kota Gunung Sitoli : budidaya kolam
·         Kota Sibolga : perikanan
·         Kota Tanjungbalai : perikanan budidaya kolam
·         Labuhanbatu
2.3.1  Budidaya Ikan Kerapu
Ikan kerapu adalah ikan yang hidup di laut dengan salinitas di atas 35 ppt. Hal ini berarti areal yang potensial untuk pengusahaan ikan kerapu adalah areal lepas pantai dengan kualitas air yang memadai. Untuk Kabupaten Labuhan Batu, potensi pengembangan ikan kerapu terdapat di Kecamatan Kualuh Hilir dan Panai Hilir.
2.3.2  Ikan Tambak (Udang)
Perkembangan produksi udang tambak di Kabupaten Labuhan Batu meningkat rata-rata 6.92% per tahun. Hal ini menunjukan bahwa usaha tambak udang di daerah ini cukup berpotensi.
2.3.3  Labuhanbatu Utara
Produksi perikanan di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2010 sebesar 7.729.10 ton yang berasal dari 259,50 ton perikanan darat dan 7.469,60 ton perikanan laut. Perahu yang digunakan untuk menangkap ikan terdiri dari perahu tanpa motor sebanyak 78 buah dan dengan perahu motor sebanyak 1.134 buah. Perahu tanpa motor yang dipergunakan terdiri dari 75 perahu kecil dan 3 perahu sedang. Sementara perahu yang digunakan terbagi menjadi 998 perahu motor dengan kekuatan mesin < 5 GT, 125 perahu motor dengan kekuatan mesin 5-9 GT, dan 11 perahu motor dengan kekuatan mesin 10-19 GT. Produksi ikan di Kabupaten Labuhanbatu Utara menurut kecamatan terbesar dihasilkan di kecamatan KualuhnLeidong pada wilayah pesisir barat.
Pada tahun 2010 jumlah rumah tangga budi daya perikanan yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara sebanyak 192 rumah tangga yang terdiri dari 190 rumah tangga budi daya kolam dan 2 rumah tangga budi daya tambak.
Daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perkembangan sektor ekonomi dalam perikanan, daerah ini memiliki wilayah laut yang cukup luas dengan panjang garis pantai 75 km serta berbatas dengan perairan selat malaka. Disamping itu, juga terdapat tiga sungai besar yang cukup potensial untuk sub sektor perikanan. Potensi tersebut terus dikelola secara tradisional (non teknologi) dan masih ditingkatkan dan dioptimalkan, terutama pada kawasan pantai/laut yang cukup potensial untuk pembudidayaan Udang dan Ikan Kerapu.

2.4  Nias Utara
Sumberdaya alam dari sector perikanan berdasarkan data, di Kabupaten Nias Utara ada dua produksi perikanan yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Untuk persentase saat ini produksi ikan laut mencapai 99.94% dan ikan air tawar mencapai 0.06%. Kecamatan yang memiliki potensi untuk perikanan laut adalah Kecamatan Lotu, Sawö, Tuhemberua, Alasa, Afulu, Lahewa dan Lahewa Timur. Sedangkan kecamatan yang menghasilkan produksi perikanan laut yang tertinggi adalah Kecamatan Lahewa sebesar 1.783 ton dan yang paling rendah adalah Kecamatan Alasa sebesar 143 ton. Untuk perikanan air tawar hanya terdapat pada Kecamatan Tuhemberua dan Alasa, masingmasing memiliki hasil produksi sebesar 1,1 ton.
Jenis-jenis ikan laut yang banyak didaratkan meliputi ikan pelagis kecil seperti kembung (Rastrelliger sp) japuh (Dussumeria acuta), tembang (Sadinellla fibriata), tenggiri (Scomberomorus commersonili), teri (Stolephorous sp) dan alu-alu (sphyraena sp). Selain ikan pelagis juga terdapat ikan demersal seperti kakap (lates calcarifer), ekor kuning (Caesino erythrogsater) serta ikan kerapu (Epinephalus tauvina).
Selain ikan, terdapat ekosistem terumbu karang yang dikategorikan terumbu karang tepi (friging reef). Terumbu karang ini tersebar mulai tepi bibir pulau hingga kedalaman 15- 20 meter. Di bagian utara Kabupaten Nias penyebaran terumbu karang terdapat di daerah Tanjung Sigine-Gini, Gosong Uma, Tanjung Lingga, Tanjung Toyolawa, dan Tajung Sosilutte. Sedangkan vegetasi pantai ditumbuhi dengan mangrove, padang lamun dan kelapa. Selain itu juga terdapat terumbu karang yang tersebar di sebagian besar pulau di Kabupaten Nias. Menurut coral reef investigation, training and information center (CRITIC 2004), Kabupaten Nias memiliki terumbu karang dengan luas 3.961 hektar yang sebagian besar berada di kecamatan Lahewa dengan luas 1.250 hektar.
Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) bakal menjadi sentra industri  perikanan dan kelautan terbesar di Pantai Barat Sumatera Utara. Hal ini ditandai dengan  adanya pemasangan tiang pancang pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga.
“Potensi  kekayaan laut di Sibolga dan Tapanuli Tengah ini luar biasa. Namun perlu terobosan agar semua sumberdaya ini bisa lebih optimal. Dan industrialisasi perikanan yang tetap menjaga kelestarian lingkungan di Sibolga serta Tapanuli Tengah ini adalah jawabannya,” kata plt Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, saat melakukan peresmian pemasangan tiang pancang pembangunan dan pengembangan PPN Sibolga.
Dalam acara yang juga dihadiri Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Heryanto Marwoto dan unsur Pemkab Tapanuli Tengah tersebut, Gatot bertekad menjadikan kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan di Tapteng sebagai sumber ekonomi baru di provinsi tersebut.
Gatot menambahkan, Sumut sebenarnya sangat potensial mengembangan sektor kelautan disamping sektor perkebunan yang lebih dulu eksis. Saat ini, kata Gatot, Sumut memiliki garis pantai  sepanjang 11.300 Km. Garis ini membentang sepanjang Pantai Barat, Pantai Timur dan Pulau Nias. Semua perairan di garis pantai tersebut memiliki potensi perikanan dan kelautan mencapai 276.030 ton di Selat Malaka, dan  1.076.890 ton di Samudera Hindia.
“Namun sayangnya, sepanjang 2011 hanya 11,23 persen saja potensi itu yang tergarap alias hanya sekitar 120.902 ton,” ujar Gatot, hari ini.
"Untuk tahun 2012 ini, Provinsi Sumatera Utara menargetkan akan memproduksi  perikanan laut maupun perikanan budidaya menjadi 623.703 ton," imbuhnya.
Target besar itu bisa dicapai dengan segera berlangsungnya industrialisasi perikanan  seperti di PPN Sibolga yang segera dimodernisasi dan diperluas. Gatot menjelaskan, selain PPN Sibolga, Sumut  juga memiliki pelabuhan perikanan Samudera di Belawan, pelabuhan perikanan pantai Pulau Tello, dan sejumlah laboratorium penelitian perikanan kelautan di Belawan, Medan serta Tanjungbalai.
Sementara itu Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Heryanto Marwoto yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan menjelaskan, pengembangan PPN Sibolga merupakan wujud nyata perhatian dari KKP, yang diharapkan dapat meningkatkan fungsi dan peranannya dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan untuk membantu akselerasi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat nelayan setempat, serta mendorong pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah.
2.5  Permasalahan Nelayan di Sumatera Utara
Pada dasarnya nelayan di Sumatera Utara tidak jauh beda kehidupannya dengan nelayan – nelayan lain di Indonesia apalagi dalam sektor Pendidikan yang bisa dikatakan masih sangat rendah. Jika di rata – ratakan untuk setiap nelayan di Sumatera Utara adalah hanya lulusan Sekolah Dasar ( SD ). Ini yang disayangkan dari kehidupan para nelayan yang pada dasarnya memang diwajibkan untuk memiliki keahlian yang tinggi dan Pendidikan yang menunjang guna membangkitkan perekonomian bangsa dari perikanan dan kelautan, karena seperti yang kita ketahui negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah laut. Maka factor Pendidikan dan keahlian khusus harus diterapkan untuk para nelayan khususnya calon – calon nelayan sejak dini.
Selain itu, perekonomian mereka sangatlah rendah, mengapa demikian ? ternyata monopoli perdagangan dan politik dari orang – orang yang mempunyai modal “bermain” disini. Karena justru pemilik modal yang menjadi kaya dengan penghasilan yang melimpah tetapi nelayan itu sendiri sangat memprihatinkan, terlilit hutang dan sebagainya.
Para nelayan yang melaut dengan pinjaman modal atau dana dari pemilik modal otomatis harus menjual hasil penangkapannya kepada pemilik modal tersebut tentunya dengan harga yang tidak seberapa, padahal jika kita pergi ke tempat – tempat seperti pasar ataupun supermarket harganya bias melambung tinggi sampai 2 atau 3x lipat dari harga nelayan itu jual.
Permasalahan lain yang timbul adalah kurangnya teknologi baik dari penangkapan, budidaya, pengolahan dan lainnya. Hanya beberapa nelayan yang memang sudah menerapkan teknologi modern dan kebanyakan adalah nelayan tradisional. Ini mengakibatkan kurangnya hasil produksi perikanan di Indonesia khusunya Sumatera Utara yang ujung – ujungnya rendahnya perekonomian nelayan di Sumatera Utara. Dan dari data yang diperoleh hanya 35% sumber daya perikanan yang sudah dimanfaatkan secara optimal di saerah Sumatera Utara baik perairan darat ataupun laut. Ini bahkan masih kurang dari setengahnya, dan jika ini dimanfaatkan secara baik maka Sumatera Utara akan bias menjadi salah satu provinsi dengan penghasilan perikanan yang paling baik disbanding provinsi lain di Indonesia, selain itu bias juga dijadikan sumber devisa Negara untuk di ekspor ke Negara – Negara Eropa, Jepang ataupun Amerika Serikat.
Masalah lain yang timbul adalah kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang menyebabkan kondisi nelayan semakin memprihatinkan. Bagaimana tidak dengan harga BBM yang terus meningkat maka pendapatan nelayan akan semakin menurun ditambah dengan kondisi alam saat ini yang sulit di prediksikan, yang menjadikan nelayan sulit untuk menentukan waktu yang cocok untuk berlayar atau tidak.
Kebanyakan nelayan lebih memilih berhutang terlebih dahulu untuk meminjam modal yang akan dipakai sebagai bahan bakar yang cukup saat berlayar padahal itupun mereka tidak tahu pasti mereka akan untung atau malah rugi bahkan yang dikatakan tadi yaitu terlilit hutang. Sungguh miris memang jika kita tahu apa yang sebenarnya para nelayan alami.
Masalah lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya perhatian Pemerintah terhadap nelayan itu sendiri, dalam artian bukan tidak diperhatikan tetapi program Pemerintah yang dicanangkan mungkin belum mengenai sasaran secara langsung. Efektif atau tidaknya itu urusan para pejabat Negara apalagi itu merupaakan tugas Kementrian Perikanan dan Kelautan.
Pada kenyataannya program – program yang selalu Pemerintah canangkan tidak ada dampak apa – apa pada nelayan itu sendiri, sehingga wajar ketika para nelayan merasa mana peran Pemerintah selama ini karena mereka justru tidak merasakan kebijakan apa yang mereka dapatkan.
BAB III
ANALISIS
Sumatera Utara (Sumut) adalah daerah yang memiliki pantai dan pulau. Dalam segi geografis, panjang garis pantai di propinsi ini tercatat 545 kilometer di wilayah pantai timur, yakni dari batas Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) di utara hingga ke batas Riau di selatan yang terhampar persis dekat Selat Malaka. Di wilayah pantai barat, panjang garis pantainya tercatat 375 kilometer, sedangkan sekitar 380 kilometer lagi merupakan garis pantai di pulau-pulau Nias.
Pengurasan potensi perikanan laut yang tidak terkendali, apalagi dibarengi dengan cara-cara penangkapan di luar batas, misalnya bom ikan. Ini mengkhawatirkan karena akan mengancam keberadaan dua "gudang" ikan terbesar Sumut.
Jenis-jenis ikan yang meliputi jenis ikan batak (Lissochillus Tieneman),ikan pora-pora (Puntius Pinotatus,ikan nilem(Oseochellus Haselti),ikan mas (Cyprinus Carpio),ikan tawes (Punctius Javanicus),ikan mujair (Oreochromics Mossambicus),ikan gabus(Ophiocephalus sp),ikan lele(Clarias Batracus),ikan sepat(Trichogaster Trichopterus), dan ikan gurame(Ospronemus Gouramy). Budidaya ikan dengan cara budidaya di Keramba Jaring Apung(KJA). Jenis ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah ikan mas dan nila.Ada Berbagai hambatan yaitu sebagian besar nelayan di Sumatera Utara adalah lulusan Sekolah Dasar ( SD ), kurangnya teknologi baik dari penangkapan, budidaya, pengolahan dan lainnya, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang menyebabkan kondisi nelayan semakin memprihatinkan.





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
Potensi perikanan yang ada di Sumatera Utara tergolong cukup banyak mulai dari sumber daya lautnya dan sumber daya air pada daratannya namun pemanfaatannya belum maksimal. Banyak dari pekerja yang bermata pencaharian menangkap ikan ini khususnya nelayan tidak memiliki pengalaman dan teknologi yang modern yang mana nantinya akan membantu dalam pembuatan dan pemanfaatan sumber daya perikanan yang ada. Hampir di setiap kabupaten ada berbagai kegiatan perikanannya baik industri rumah tangga maupun pabrik-pabrik besar.
4.2  Saran
Dalam pemanfaatan sumber daya perikanan di Sumatera Utara sudah cukup bagus akan tetapi perlu ada peningkatan-peningkatan seperti sumber daya manusia dan berbagai alat pendukung perikanan. Dalam hal ini perlu ada perhatian besar dari pemerintah dalam penanganannya. Terjun langsung kelapangan dan melihat serta ikut menangani secara langsung dilokasi akan lebih baik dalam menjalankan program-program perikanan ini.









DAFTAR PUSTAKA









Tidak ada komentar:

Posting Komentar